
Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street ditutup menguat pada Rabu (16/7), meski sempat terjadi gejolak selama setengah jam akibat laporan media bahwa Presiden AS Donald Trump berniat memecat Gubernur Bank Sentral (The Fed) Jerome Powell.
Namun, setelah Trump membantah laporan tersebut, pasar saham kembali pulih.
Mengutip Reuters, indeks Nasdaq Composite (.IXIC) menguat 52,69 poin atau 0,26 persen ke level 20.730,49, Dow Jones Industrial Average (.DJI) naik 231,49 poin atau 0,53 persen menjadi 44.254,78, sementara indeks S&P 500 (.SPX) menguat 19,94 poin atau 0,32 persen ke posisi 6.263,70.
Sebelumnya, menjelang tengah hari, indeks S&P 500 dan Nasdaq sempat anjlok lebih dari 1 persen, nilai dolar AS turun tajam, dan imbal hasil obligasi naik setelah Bloomberg News melaporkan kemungkinan Trump memecat Powell.
Trump kemudian dengan cepat membantah kabar tersebut, meski di saat bersamaan ia kembali melontarkan kritik terhadap Powell karena dianggap lambat dalam menurunkan suku bunga.
“Independensi The Fed sangat krusial bagi stabilitas ekonomi, jadi wajar pasar langsung bereaksi begitu tajuk berita pertama muncul,” kata Dylan Bell, Chief Investment Officer di CalBay Investments.
Sejak pengumuman tarif pada April lalu oleh Trump yang sempat mengguncang pasar saham AS, bursa terus mencatat penguatan. Bahkan, S&P 500 mencetak rekor penutupan pada pekan lalu.
Namun, di balik tren positif ini, investor tetap cemas dengan kemungkinan Powell diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir pada Mei tahun depan, mengingat Trump terus mengkritiknya karena tidak menurunkan suku bunga lebih cepat.

Indeks Volatilitas CBOE (.VIX), yang dikenal sebagai “pengukur ketakutan” Wall Street, sempat menyentuh level tertinggi dalam tiga minggu setelah laporan soal Powell mencuat, meski kembali mereda.
Menurut Bell dari CalBay, meski risiko volatilitas akibat berita-berita mengejutkan akan terus ada, kondisi ekonomi AS yang masih positif menjadi faktor utama dalam pergerakan investor.
Di sisi lain, meski Trump terus menuntut pelonggaran moneter, pejabat The Fed tetap berhati-hati dan enggan memangkas suku bunga sebelum ada kejelasan apakah tarif perdagangan yang dikenakan AS akan kembali memicu inflasi.
Hal ini turut disampaikan Presiden The Fed Atlanta, Raphael Bostic, yang dalam wawancara dengan Fox Business menyebutkan bahwa tekanan inflasi bisa meningkat akibat kenaikan tarif impor.
Fokus investor pekan ini memang tertuju pada inflasi. Data harga produsen yang dirilis Rabu (16/7) menunjukkan pertumbuhan stagnan di bulan Juni, karena kenaikan biaya barang akibat tarif diimbangi oleh pelemahan harga jasa.
Sehari sebelumnya, data inflasi konsumen yang lebih tinggi dari perkiraan telah mengurangi ekspektasi akan pemangkasan suku bunga oleh The Fed secara lebih agresif, di mana kebijakan tarif Trump menjadi salah satu pemicunya.
Pada hari kedua musim laporan keuangan ini, kinerja positif sejumlah bank besar Wall Street gagal mendongkrak harga saham mereka.
Saham Goldman Sachs naik 0,9 persen setelah mencatat lonjakan laba sebesar 22 persen, sementara Bank of America dan Morgan Stanley masing-masing turun 0,3 persen dan 1,3 persen meskipun mencatatkan pertumbuhan laba.
Saham Johnson & Johnson melonjak 6,2 persen dan menjadi saham dengan performa terbaik kedua di indeks S&P 500 setelah perusahaan tersebut memangkas estimasi beban akibat tarif baru dan menaikkan proyeksi penjualan serta laba tahunan.
Sektor semikonduktor tampak lesu setelah sebelumnya terdorong oleh kabar bahwa Nvidia mendapat izin untuk menjual chip H2O di China. Indeks semikonduktor terkoreksi 0,4 persen setelah sempat menyentuh level tertinggi 12 bulan pada sesi sebelumnya.