REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah Indonesia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) resmi meluncurkan Indonesia–United Nations Sustainable Development Cooperation Framework (UNSDCF) 2026–2030. Dokumen ini menjadi panduan kemitraan strategis untuk mempercepat pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) di Tanah Air.
UNSDCF diselaraskan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029 dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2045. Kerangka ini akan menjadi acuan kontribusi PBB pada tiga capaian transformasional, yaitu pembangunan manusia, alam dan ketahanan, serta transformasi ekonomi dan digital.
“Untuk pelaksanaan UNSDCF 2026–2030, kita harus memperkuat koordinasi, membangun kapasitas pemerintah daerah dan mitra pelaksana, meningkatkan sistem pemantauan dan evaluasi, serta memobilisasi sumber daya melalui pembiayaan inovatif,” kata Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy, Rabu (13/8/2025).
Wakil Menteri PPN/Wakil Kepala Bappenas Febrian Alphyanto Ruddyard menegaskan, mencapai SDGs bukan sekadar kewajiban global, melainkan janji kepada rakyat Indonesia untuk menciptakan masa depan yang inklusif, adil, dan tangguh.
“UNSDCF telah merangkum kebutuhan, dan keselarasan ini mencerminkan komitmen bersama kita pada SDGs serta menegaskan pentingnya kemitraan, saling menghormati, dan aksi terkoordinasi,” ujarnya.
Wakil Menteri Luar Negeri Arrmanatha Nasir menyebut peluncuran ini sebagai katalisator kemajuan yang adil dan berkelanjutan bagi seluruh komunitas di Indonesia. Kepala Perwakilan PBB di Indonesia Gita Sabharwal menambahkan, integrasi program PBB ke dalam kebijakan dan anggaran nasional akan memberikan dampak berskala luas, mendukung ambisi Presiden di bidang ketahanan pangan, energi, dan air.
Gita menjelaskan, Kerangka Kerja ini juga memuat strategi PBB untuk menjembatani kesenjangan pembangunan, memobilisasi pembiayaan inovatif berskala besar, dan memberikan dukungan kebijakan serta teknis yang terintegrasi dan berkualitas tinggi.
“Memasuki lima tahun terakhir menuju 2030, kita menghadapi tantangan geopolitik yang berubah cepat. Ini berarti PBB tidak bisa lagi berjalan dengan pola lama, dan Kerangka Kerja Sama yang baru membayangkan pergeseran peran yang lebih berani,” ujarnya.
Pembiayaan inovatif menjadi salah satu sorotan, termasuk pemanfaatan Indonesia SDGs Accelerator Fund dan obligasi tematik provinsi untuk membantu daerah merancang program sesuai kebutuhan, khususnya di wilayah kurang terlayani. Penyusunan dokumen ini melibatkan konsultasi luas dengan kementerian/lembaga, masyarakat sipil, sektor swasta, pemuda, dan mitra pembangunan.
UNSDCF akan menjadi landasan kerja 22 badan PBB di Indonesia, memastikan konsistensi, efisiensi, dan peningkatan dampak dalam mendukung pencapaian SDGs hingga 2030.