Bupati Pati Sudewo didampingi Plt Sekda Pati.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pakar Bidang Hukum Tata Negara pada Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad), Prof Susi Dwi Harijanti mengatakan, kepala daerah, termasuk bupati, dapat diberhentikan karena pembentukan kebijakan yang tidak melibatkan rakyat. Hal itu terkait keputusan Bupati menaikkan pajak bumi dan bangunan (PBB) sampai 250 peren.
Susi menjelaskan, ketentuan pemberhentian kepala daerah beserta alasannya telah diatur dalam Pasal 78 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda). Pasal 67 huruf b yang termaktub dalam Pasal 78 ayat (2) huruf d dalam UU tersebut mengatur, kewajiban kepala daerah, meliputi menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Beberapa alasan pemberhentian, antara lain huruf d (dalam undang-undang tersebut), yakni ‘Tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b’," kata Susi saat dikonfirmasi di Jakarta (14/8/2025).
Menurut Susi, juga salah satu peraturan yang relevan ialah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2017 tentang Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pemda. "Dalam Pasal 2 dinyatakan 'Masyarakat berhak berpartisipasi dalam penyusunan peraturan daerah dan kebijakan daerah yang mengatur dan membebani masyarakat’. Peraturan daerah dan kebijakan daerah yang membebani, antara lain pajak daerah," ujarnya.
Susi menjabarkan, hal itu merespons pergerakan masyarakat di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang mendesak Bupati Sudewo, mundur dari jabatannya. Mereka menilai Sudewo sebagai pemimpin yang arogan.
Ribuan warga Pati pada Rabu (13/8/2025) menggelar unjuk rasa di Alun-Alun Kota Pati. Luapan aspirasi masyarakat berawal dari kebijakan Pemerintah Kabupaten Pati menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen.
Di sisi lain, DPRD Kabupaten Pati dalam rapat paripurna pada Rabu, menyepakati untuk membentuk panitia khusus (pansus) angket yang terdiri atas 15 orang anggota untuk menyelidiki kebijakan Bupati Sudewo. Terkait hal itu, menurut Susi, mekanisme pemberhentian kepala daerah karena dugaan pelanggaran Pasal 78 ayat (2) huruf d UU Pemda didahului dengan pendapat DPRD.