
Dunia penerbangan kembali berduka usai pesawat Boeing 787-800 maskapai Air India jatuh pada Kamis (12/6) pagi waktu setempat. Pesawat yang mengangkut 242 penumpang tersebut jatuh di kawasan pemukiman Meghani Nagar, Ahmedabad, India barat laut, hanya lima menit setelah pesawat lepas landas dalam penerbangannya menuju London.
Dari sekitar 242 penumpang, satu penumpang asal Inggris bernama Ramesh Viswashkumar berhasil selamat. Pria berusia 40 tahun tersebut duduk di dekat pintu darurat penerbangan menuju London dan berhasil keluar dari pesawat sesaat setelah kecelakaan.

Rumah sakit setempat melaporkan menerima 186 jenazah dan satu korban selamat, yang saat ini masih dirawat intensif.
Di antara para korban terdapat 169 warga negara India, 53 warga Inggris, 7 warga Portugal, dan 1 warga Kanada yang telah diidentifikasi sebagai Nirali Sureshkumar Patel, seorang dokter gigi asal Mississauga, Ontario.
Kecelakaan pesawat yang terjadi pada maskapai Air India merupakan tragedi kecelakaan yang pertama dalam sejarah pengoperasian pesawat Boeing 787-8 Dreamliner.
Dilansir dari CBC, berikut fakta-fakta seputar kecelakaan pesawat Boeing 787-8 Dreamliner Air India.
Pesawat Canggih dengan Reputasi Mentereng

Mantan pilot sekaligus sejarawan penerbangan University of Nevada, Las Vegas, Dan Bubb, mengatakan bahwa Boeing 787 Dreamliner dikenal memiliki rekam jejak keselamatan luar biasa.
Pesawat ini adalah pesawat jet berbadan lebar dengan dua mesin. Sejak diperkenalkan pada 2009, hingga kini ada lebih dari 1.000 unit pesawat Boeing 787 Dreamliner yang dikirim ke maskapai di seluruh dunia, termasuk Air Canada, American Airlines, dan Air India.

Adapun, pesawat Air India yang jatuh adalah varian 787-8 yang merupakan versi terkecil dari tiga varian Dreamliner. Pesawat ini sendiri telah beroperasi sejak 2014.
“Ini adalah kecelakaan fatal pertama untuk 787,” ujar Keith Mackey, presiden Mackey International Aviation Consulting.
“Pasti akan ada penyelidikan mendalam oleh Boeing dan otoritas India," lanjut dia.
Apa yang Terjadi pada Pesawat Air India?

Rekaman data menunjukkan pesawat sempat lepas landas secara normal dan naik hingga ketinggian sekitar 625 kaki (sekitar 190 meter) sebelum data penerbangan akhirnya terputus. Tak lama setelah itu, pesawat jatuh secara vertikal dengan indikasi awal adalah adanya kehilangan daya angkat atau kegagalan mekanis mendadak.
“Terlihat jelas bahwa pesawat kesulitan mempertahankan ketinggian,” ujar Bubb.
“Ada kemungkinan besar masalah teknis yang signifikan,” lanjutnya
Analis penerbangan juga mencatat bahwa fase lepas landas adalah tahap paling kritis dalam penerbangan, karena pesawat masih dalam akselerasi dan waktu untuk bereaksi terhadap gangguan sangat singkat.
Riwayat Masalah Non-Fatal Dreamliner

Meski ini adalah kecelakaan fatal pertama, Dreamliner pernah mengalami beberapa insiden non-mematikan.
Pada Juli 2013, pesawat Ethiopian Airlines 787 terbakar saat parkir di Heathrow akibat korsleting di pemancar darurat.
Kemudian di tahun yang sama, seluruh armada 787 sempat dilarang terbang karena baterai lithium yang terlalu panas pada dua penerbangan di Jepang dan AS.
Teranyar, pada Maret 2023, sekitar 50 penumpang LATAM Airlines cedera ketika pesawat 787-9 anjlok mendadak di tengah penerbangan dari Sydney ke Auckland.
Pertanyaan untuk Boeing dan Air India

Penyelidikan akan melibatkan tim Boeing dan otoritas India, serta memeriksa apakah pesawat dirawat sesuai standar. Jika ditemukan kelalaian dalam perawatan, fokus penyelidikan akan tertuju pada program perawatan Air India.
“Kalau pesawat dirawat dengan baik, Boeing akan jadi sorotan. Tapi kalau tidak, Air India harus bertanggung jawab,” tagas Bubb.
Boeing 787 di Kanada

Di Kanada, Air Canada mengoperasikan 8 unit 787-8 dan 32 unit 787-9, yang melayani 31 rute internasional. Sementara itu, WestJet mengoperasikan 7 unit 787-9 sebagai armada terbesar mereka, namun tidak memiliki 787-8.
Masalah Boeing Terkini

Versi Max dari pesawat 737 terlaris Boeing telah menjadi sumber masalah berkelanjutan bagi Boeing setelah dua jet tersebut jatuh.
Kecelakaan tersebut, satu di Indonesia pada tahun 2018 dan satu lagi di Ethiopia pada tahun 2019, menewaskan 346 orang.