Gunung berapi Krasheninnikov di Semenanjung Kamchatka, Rusia, terbangun dari tidur panjangnya selama ratusan tahun. Gunung setinggi 1.800 meter ini tiba-tiba meletus pada Minggu, 3 Agustus 2025, beberapa hari setelah gempa dahsyat berkekuatan 8,8 magnitudo mengguncang kawasan tersebut pada 30 Juli 2025.
Letusan Krasheninnikov ini menyemburkan abu vulkanik hingga setinggi 6 kilometer ke udara. Meski begitu, menurut pernyataan Kementerian Situasi Darurat Rusia wilayah Kamchatka di Telegram, erupsi ini tidak mengancam pemukiman penduduk.
Letusan ini merupakan yang kedua dalam kurun waktu lima hari terakhir, setelah Gunung Klyuchevskoy juga mengalami erupsi beberapa jam usai gempa Kamchatka.
Tak hanya letusan, wilayah ini kembali diguncang gempa pada hari yang sama. Gempa berkekuatan 7,0 magnitudo terjadi di Kepulauan Kuril, gugusan pulau vulkanik yang membentang dari ujung selatan Semenanjung Kamchatka hingga ke timur laut Jepang.
Menurut Badan Peringatan Tsunami Nasional NOAA Amerika Serikat, gempa terjadi sekitar pukul 06.37 waktu setempat. Rusia sempat mengeluarkan peringatan tsunami untuk wilayah Kamchatka, tapi kemudian dicabut setelah dinyatakan aman, seperti dilaporkan Reuters. Peneliti menduga, gempa dahsyat dan erupsi gunung di Kamchatka saling berkaitan satu sama lain.
Waktu pasti terjadinya letusan Krasheninnikov belum diketahui secara jelas. Namun, Kepala Dinas Keamanan Cagar Alam Kronotsky, Nikolai Solovyov, menyatakan pihaknya menerima laporan mengenai awal letusan sekitar pukul 6 pagi waktu setempat pada Minggu (3/8).
Olga Girina dari Tim Tanggap Erupsi Gunung Api Kamchatka mengatakan kepada kantor berita RIA Rusia bahwa ini adalah letusan pertama yang dikonfirmasi secara historis dalam kurun waktu 600 tahun terakhir. Melalui saluran Telegram Institut Vulkanologi dan Seismologi, Girina menambahkan bahwa aliran lava terakhir diperkirakan terjadi dalam 40 tahun setelah tahun 1463. Sementara Program Vulkanisme Global Smithsonian mencatat letusan terakhir Krasheninnikov terjadi sekitar tahun 1550.
Hingga kini, para ilmuwan masih berusaha memahami keterkaitan antara gempa dahsyat 30 Juli dan aktivitas vulkanik yang terjadi setelahnya di Semenanjung Kamchatka. Gempa bumi besar dengan magnitudo di atas 6,0 memang diketahui bisa memicu aktivitas gunung api dengan syarat gunung tersebut harus sudah dalam kondisi siap meletus, yakni memiliki tekanan dan volume magma yang cukup.
"Jika kondisi itu terpenuhi, gempa tektonik besar bisa memicu pelepasan gas terlarut dari magma —mirip seperti botol soda yang dikocok— yang akan meningkatkan tekanan dan berpotensi memicu letusan," tulis laman resmi Survei Geologi AS (USGS).
Dengan aktivitas tektonik dan vulkanik yang sedang intens di Kamchatka, kawasan ini kini kembali menjadi perhatian dunia. Para peneliti pun memperingatkan bahwa gempa susulan yang cukup kuat masih mungkin terjadi dalam beberapa minggu ke depan.