
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menyatakan bahwa tren penurunan tingkat hunian hotel, khususnya di Jakarta, masih terus terjadi, termasuk selama libur panjang Idul Adha 2025. Kecenderungan warga Jakarta yang bepergian ke luar kota atau memilih tetap di rumah menjadi salah satu faktor utama lesunya okupansi hotel.
"Umumnya kalau libur-libur begini, justru orang Jakarta kan keluar ya, atau di rumah. Keluar apalagi libur agak panjang, dia keluar kota, sehingga di Jakarta biasanya kurang gitu,” ujar Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jakarta Sutrisno Iwantono kepada kumparan, Minggu (8/6).
Sutrisno juga mengungkapkan bahwa okupansi hotel yang menurun secara nasional paling banyak dirasakan oleh hotel-hotel yang memiliki rating dua bintang ke bawah. “Terutama hotel-hotel kecil ya, hotel dua (bintang) ke bawah itu okupansinya lebih sulit kalau lagi libur gini,” tambahnya.
Oleh sebab itu, Sutrisno mengungkapkan bahwa pihak PHRI sedang melawat ke Korea Selatan sejak pekan lalu, guna mempromosikan pariwisata Indonesia.
"(PHRI) sedang melakukan promosi pariwisata untuk Jakarta. Ini ada international fair (di Korea Selatan) dan ini penting ya. Karena kita PHRI itu kemarin menjalin hubungan kerja sama dengan satu entitas halal di Korea. Karena ternyata di Korea ini banyak juga Muslim, banyak juga turis Muslim," jelas Sutrisno.
Menurutnya, wisatawan Muslim dari Timur Tengah, Amerika, Eropa, hingga Indonesia sendiri menunjukkan minat terhadap konsep hotel yang muslim friendly. Peluang ini pun ingin dimaksimalkan oleh PHRI agar bisa menarik wisatawan asing guna mendorong peningkatan tingkat hunian hotel, baik di masa liburan maupun hari-hari biasa.
Selain Korea, PHRI juga tengah menjajaki peluang kerja sama dengan entitas pariwisata dari China, menyusul pergeseran destinasi wisata turis China dari Thailand akibat isu keamanan.
"Turis China itu sekarang memindahkan diri yang tadinya ke Thailand itu sekarang malah pindah ke Vietnam, bahkan mungkin sebagian ke Malaysia juga," jelasnya.
PHRI menekankan pentingnya menjaga reputasi pariwisata Indonesia agar tidak terkena dampak negatif dari isu-isu sensitif. Ia mencontohkan satu kasus di Indonesia. "Waktu itu pernah ada berita bahwa kalau ingin tidur di hotel harus pasangan yang resmi gitu kan, setahun atau dua tahun yang lalu, itu juga membuat (okupansi) drop,” sebutnya.

Ia juga menekankan pentingnya mengarahkan promosi ke pasar yang relevan dan potensial. Menurut Sutrisno, promosi sebaiknya tidak difokuskan ke wilayah seperti Eropa Timur atau Eropa Tenggara yang peminatnya relatif sedikit, melainkan cukup difokuskan ke kawasan Asia yang dinilainya sudah sangat menjanjikan.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Yuno Abeta Lahay, menyampaikan bahwa tingkat okupansi hotel selama libur panjang memang mengalami peningkatan dibandingkan hari biasa, tetapi belum mencapai kapasitas penuh, hanya sekitar 68 persen. Di sisi lain, sektor perhotelan hingga saat ini masih menghadapi tekanan berat akibat efisiensi anggaran belanja pemerintah, khususnya yang berkaitan dengan kegiatan acara dan perjalanan dinas.
Sementara itu, Ketua Umum PHRI, Hariyadi BS Sukamdani, mengungkapkan bahwa tingkat okupansi hotel saat Lebaran Idul Fitri 2025 kemarin juga turun hingga 20 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Untuk mengantisipasi tekanan tersebut, PHRI berharap pada kuartal II 2025 anggaran pemerintah mulai dieksekusi kembali, terutama di sektor perhotelan.