DEMONSTRASI di berbagai daerah mewarnai penghujung akhir Agustus 2025. Unjuk rasa makin membesar hingga memicu kerusuhan dan penjarahan di beberapa lokasi di Indonesia.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Demonstrasi semula memprotes tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang bernilai fantastis. Pendapatan legislator itu meningkat setelah menerima tunjangan perumahan Rp 50 juta per bulan. Besaran uang kunjungan kenegaraan dan reses anggota DPR juga meningkat.
Masyarakat mengkritik pendapatan jumbo anggota dewan itu, padahal kinerjanya dinilai tidak optimal. Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia mencatat selama satu tahun kinerja DPR periode 2024-2029, hanya ada satu dari total 42 rancangan undang-undang atau RUU Prioritas yang baru disahkan, yaitu RUU Tentara Nasional Indonesia.
"Revisi UU TNI itu juga banyak dikritik karena pembahasannya yang cepat dan minim partisipasi publik," kata Direktur Eksekutif Formappi Lucius Karus pada Senin, 18 Agustus 2025.
Pendapatan besar yang tak sebanding dengan kinerja DPR menyulut kemarahan warga. Amarah warga makin menjadi-jadi setelah aksi anggota DPR yang berjoget-joget saat Sidang Tahunan MPR pada Jumat, 15 Agustus 2025.
Masyarakat mengecam tindakan legislator berjoget-joget di tengah situasi ekonomi yang menghimpit rakyat. Alih-alih merespons dengan empati, sejumlah anggota DPR justru malah mengeluarkan pernyataan yang dinilai tak merepresentasikan kepentingan rakyat.
Gagasan pembubaran DPR pun bergema di media sosial. Drone Emprit mencatat seruan aksi membubarkan parlemen itu pertama kali mengemuka di media sosial X dan YouTube pada 15 Agustus 2025.
Analisis lembaga pemantau media sosial itu, Nova Mujahid, mengatakan gagasan pembubaran DPR muncul dalam percakapan publik jauh sebelum aksi pada Senin, 25 Agustus 2025. "Dalam konteks 25 Agustus, ada yang mengkampanyekan bubarkan DPR. Diramaikan akun terindikasi pendengung," ujar Nova pada Selasa, 26 Agustus 2025.
Seruan unjuk rasa 25 Agustus itu ditengarai pertama kali muncul lewat pesan berantai dari grup percakapan WhatsApp dan media sosial. Ajakan demonstrasi itu datang dari kelompok yang menamakan Revolusi Rakyat Indonesia.
Kelompok itu mengajak elemen masyarakat, buruh, petani, dan mahasiswa turun ke jalan. Dalam narasinya, kelompok Revolusi Rakyat Indonesia itu menyerukan untuk membubarkan DPR. "Mari desak DPR untuk menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai kontrol pemerintah," begitu bunyi pesan berantai yang diperoleh Tempo pada Ahad, 24 Agustus 2025.
Kelompok yang tak jelas pemimpin komandonya ini juga menuntut pengusutan kasus dugaan korupsi keluarga mantan presiden Joko Widodo. Mereka juga menuntut pemakzulan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden.
Gagasan pembubaran DPR itu turut direspons oleh Ahmad Sahroni, Wakil Ketua Komisi III. Dia menyebut hanya orang bodoh yang menginginkan lembaga legislatif dibubarkan. "Orang yang cuma mental bilang bubarkan DPR, itulah orang tolol sedunia," kata Sahroni pada Jumat, 22 Agustus 2025.
Belakangan pernyataannya itu membuat politikus Partai NasDem ini dimutasi dari pimpinan Komisi III ke anggota Komisi I DPR. Baru-baru ini Sahroni juga dinonaktifkan oleh partainya sebagai anggota DPR per 1 September 2025.
Respons arogan Sahroni juga membuat masyarakat makin geram. Aksi seruan pembubaran DPR kemudian berlangsung pada 25 Agustus 2025. Ratusan massa aksi dari pelbagai kalangan tanpa identitas datang menyerbu gedung DPR, di Senayan, Jakarta.
Demonstrasi itu berlangsung hingga malam. Namun tak ada satu pun anggota dewan yang menemui massa. Senin malam sekira pukul 21.15 WIB, polisi dan massa aksi terlibat bentrokan di kawasan kolong jembatan layang Pejompongan, Jakarta, tak jauh dari gedung Parlemen.
Polisi menangkap sejumlah demonstran yang terlibat bentrok hari itu. Polda Metro Jaya melaporkan ada setidaknya 169 pelajar yang ikut aksi di sekitaran kawasan gedung DPR pada 25 Agustus lalu.
Gelombang demonstrasi berlanjut tiga hari setelahnya. Pada Kamis, 28 Agustus 2025, serikat buruh berunjuk rasa di depan gedung DPR. Namun tuntutan yang dibawa cenderung berbeda. Ratusan buruh dan serikat pekerja itu membawa enam tuntutan. Di antaranya penghapusan outsourcing, penolakan upah murah, mengehentikan PHK, percepatan pembahasan RUU Ketenagakerjaan dan RUU Perampasan Aset, serta meminta DPR merevisi UU Pemilu.
Aksi yang dikomandoi oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal ini berlangsung damai. Ratusan massa aksi itu bubar dari gedung kura-kura pada pukul 12 siang.
Demonstrasi belum berhenti hari itu. Sebab tak berselang lama gelombang massa dari mahasiswa dan pelajar berdatangan ke sekitar gedung DPR. Mereka menuntut pembubaran DPR, serta mencabut tunjangan anggota Dewan yang berlebihan.
Unjuk rasa ini berakhir ricuh. Aparat kepolisian memukul mundur paksa massa dengan menyemprotkan air dari kendaraan taktis hingga melemparkan gas air mata.
Puncak kericuhan terjadi ketika kendaraan taktis milik satuan Brimob melindas Affan Kurniawan, pengemudi ojek online berusia 21 tahun. Dia dinyatakan tewas akibat dilindas mobil polisi di kawasan Rumah Susun Bendungan Hilir, Jakarta Pusat pada Kamis malam, 28 Agustus 2025.
Tewasnya Affan Kurniawan menyulut kemarahan publik. Mereka tak cuma mengecam DPR, tapi juga mendesak pemerintah untuk mereformasi Kepolisian Republik Indonesia.
Hari sudah malam kala itu, tapi ratusan pengemudi ojek online ramai-ramai mengepung Mako Brimob Polda Metro Jaya di Kwitang, Jakarta. Aksi berlangsung semalam penuh. Tak hanya di Jakarta, unjuk rasa di markas kepolisian serta kantor pemerintahan juga meluas ke berbagai daerah di Indonesia. Misalnya di Bandung, Makassar, Yogyakarta, Solo, hingga Surabaya.
Eskalasi kerusuhan meningkat pada Jumat malam, 29 Agustus 2025. Mulai terjadi pembakaran gedung-gedung pemerintahan, kantor kepolisian, hingga fasilitas umum yang dilakukan massa dari kelompok tak dikenal.
Kekisruhan yang telah memakan korban jiwa itu tak membuat anggota dewan keluar menemui massa untuk mendengarkan aspirasi. Sebagian legislator kedapatan malah plesiran ke luar negeri. Termasuk Ahmad Sahroni.
Kabar itu membuat situasi makin tak kondusif. Ratusan massa tiba-tiba mulai menggeruduk kediaman Ahmad Sahroni di kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara pada Sabtu sore, 30 Agustus 2025. Massa yang ditengarai bukan dari warga sekitar menjarah sejumlah barang dan harta benda milik legislator dari Partai NasDem tersebut.
Penjarahan meluas ke rumah-rumah beberapa anggota Dewan lainnya, seperti Eko Patrio dan Uya Kuya. Keduanya juga belakangan menjadi sorotan publik lantaran pernyataannya yang kontrovesial. Rumah Menteri Keuangan Sri Mulyani juga ikut dijarah oleh massa.
Berbagai tindakan kerusuhan demonstrasi itu membuat Presiden Prabowo Subianto memerintahkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit untuk menindak tegas massa anarkis. Pemengaruh di media sosial, Ferry Irwandi dalam unggahannya di Instagram mengimbau kepada masyarakat untuk tidak terprovokasi. Narasi "warga jaga warga" menggema di tengah demonstrasi yang rusuh.
Tuntutan masyarakat luas kini tak cuma perbaikan lembaga legislatif. Muncul tuntutan 17+8 yang ditujukan kepada pemerintahan Presiden Prabowo, TNI, Polri, DPR, dan pimpinan partai politik.