
Para tokoh agama, organisasi kepemudaan agama, hingga pimpinan partai politik bersepakat untuk menjaga keutuhan dan kedamaian di dalam negeri. Hal itu didapat setelah para tokoh melakukan pertemuan dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan pada Senin (1/9).
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf menuturkan, para pemuka lintas agama menyadari urgensi untuk menjaga kerukunan di tengah masyarakat saat ini. Hal tersebut dinilai sebagai kebutuhan yang disampaikan para tokoh agama kepada Kepala Negara.
"Kami semua bersepakat bahwa semua harus bersatu secara utuh untuk berjuang bersama mengatasi tantangan-tantangan yang ada bersama," kata Yahya seusai melakukan pertemuan dengan Prabowo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (1/9) malam.
Dalam pertemuan tersebut, lanjut Gus Yahya, sapan karib Ketum PBNU itu, para pemuka agama juga menyampaikan aspirasi masyarakat atas kondisi Indonesia saat ini. Sebagian besarnya juga disebut telah dipahami oleh Prabowo.
Pemuka lintas agama juga menyatakan akan berkontribusi dalam menjaga ketertiban umum dan meyakinkan umat bahwa aspirasinya telah disampaikan dan didengar oleh presiden.
Hal senada juga disampaikan Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Jacklevyn Fritz Manuputty. Dia menyebutkan, pertemuan dengan presiden berlangsung dalam suasana yang baik dan guyub. Keguyuban itu pula yang diharapkan terjadi di tengah masyarakat saat ini.
"Itu karakter kebangsaan kita, keguyuban yang lintas agama, yang lintas batas. Kami sangat berharap bahwa model-model pertemuan dan keguyuban ini bisa juga didorong ke tengah masyarakat, pada provinsi-provinsi, pada daerah-daerah sehingga kita merajut kembali keguyuban bangsa yang menjadi modal dan kekuatan bangsa kita," jelasnya.
Dalam pertemuan itu, Ketua Umum Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat Mayjen TNI (Purn) Wisnu Bawa Tenaya mengingatkan presiden untuk bisa menjalankan kebijakan-kebijakan baik yang berlandaskan pada lima prinsip.
Pertama, Satya Hredaya, yakni mendengarkan suara rakyat. Kedua, Satya Wacana, yaitu menjaga perkataan. Ketiga, Satya Semaya, menepati janji-janji yang telah dibuat dan sesegera mungkin melaksanakannya. Keempat, Satya Mitra, mengutamakan kolaborasi dan sinergi. Kelima, Satya Laksana, melakukan yang terbaik bagi kepentingan bangsa.
"Saya ingin mengingatkan kepada Bapak Presiden juga, karena kami juga sama-sama dari pasukan khusus tadinya. Lambangnya itu pisau komando, tajam ke atas, jadi harus berani, jadi kita harus tajam ke atas dan tidak hanya tajam ke bawah," tutur Wisnu.
Sementara itu, Ketua Umum Pemuda Katolik Stefanus Asat Gusma meminta agar negara dapat memfasilitasi dan menjamin kebebasan beribadah. Itu pararel dengan kemudahan mendirikan tempat ibadah untuk menuju kehidupan yang damai dan toleran.
Pemerintah juga diharapkan mau aktif membangun ruang komunikasi dan dialog dengan tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh agama, dan tokoh adat, baik di tingkat nasional maupun daerah. "Untuk menyatukan visi dan konsolidasi gagasan program-program strategis pemerintah agar semakin cepat, meluas, dan berdampak," terangnya.
Sedangkan Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengusulkan agar demonstrasi, sebagai sarana penyampaian aspirasi dan pendapat masyarakat tetap diberikan ruang. Menurutnya, itu penting sebagai pengingat bagi pembuat kebijakan di legislatif maupun eksekutif yang kerap kali tebal telinga.
"Tentu demonstrasi ini harus konstruktif, konstitusional, anti kekerasan, dan tidak boleh anarkis. Dan pada titik itu Bapak Presiden setuju," kata dia. (E-3)