Revisi UU Ketenagalistrikan, Legislator Ingin PLN tidak Jadi Pemain Tunggal

ANGGOTA Komisi XII DPR RI Sigit Karyawan Yunianto.(Dok. DPR RI)

ANGGOTA Komisi XII DPR RI Sigit Karyawan Yunianto menyebut perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Revisi UU Ketenagalistrikan) sebagai langkah strategis untuk menjawab tantangan energi masa depan.

Menurutnya, pasal-pasal dalam undang-undang sebelumnya cenderung menempatkan PLN sebagai satu-satunya pemain dominan di sektor ketenagalistrikan. Dengan perubahan, ia berharap dapat membuka peluang terciptanya kompetisi yang lebih sehat dan akses listrik yang lebih murah bagi masyarakat.

"Kalau (kompetisi) itu dibuka saya kira juga akan lebih kompetitif dengan nilai harga listrik tersebut. Contohnya Telkom dulu, begitu dibuka akhirnya persaingannya khususnya di media itu langsung maju ke pesat. Bahkan persaingannya ketat," kata Sigit dalam keterangan yang dikutip, Selasa (2/9).

Dengan revisi ini, lanjutnya, masyarakat diharapkan akan mendapat akses listrik yang lebih murah, ramah lingkungan, dan merata. Di sisi lain, pemerintah juga akan memiliki dasar hukum yang lebih kuat untuk mendorong investasi dan pengembangan energi terbarukan di Indonesia.

Menurut Sigit, revisi undang-undang tersebut kali ini menambahkan beberapa poin penting yang berkaitan dengan energi bersih dan energi terbarukan (EBET). Menurutnya, langkah ini sejalan dengan program pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo yang menargetkan kemandirian dan kesejahteraan energi.

"Bahwa ini adalah pembahasan untuk perubahan Undang-Undang nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenangalistrikan yang sudah pernah dilakukan perubahan di Undang-Undang nomor 6 tahun 2003. Ini melakukan perubahan khususnya itu memasukkan beberapa poin yang berkaitan dengan EBET," ujar Sigit.

Ia turut mengapresiasi masukan dari kalangan akademisi dan inovator muda. Salah satunya dari ITS yang menawarkan gagasan pemanfaatan tenaga surya di kawasan laut sebagai alternatif lahan darat yang semakin terbatas.

“Contoh tadi disampaikan bahwa tenaga surya ini, kalau kita buka di lahan yang baru itu cukup memakan, lahannya cukup luas. Tadi ITS menyampaikan yang lebih bagus itu adalah di laut. Cuma lautnya ini juga harus ada kriteriannya bahwa ombam tidak terlalu besar,” tambah Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.

DPR, menurut Sigit, berperan sebagai mediator agar masukan-masukan, inovasi anak bangsa dapat masuk dalam klausul undang-undang. Misalnya terkait pembangkit listrik tenaga angin, air, hingga potensi pembangkit listrik tenaga nuklir. Hal itu menurutnya perlu dikaji dengan pendekatan teknis yang ketat dan tidak sembarangan.

"Jadi itu perlu kajian teknis, program pemerintah. Kalau memang itu terbaik, ya kita akan lakukan. Ya, menyesuaikan dengan perkembangan teknologi," ujarnya. (H-3)