
Eks Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rudi Suparmono, membantah meminta jatah pengaturan vonis bebas terhadap Ronald Tannur. Hal itu disampaikan Rudi saat menjalani sidang lanjutan kasus dugaan suap vonis bebas Ronald Tannur, yang menjeratnya sebagai terdakwa, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (13/6).
Bantahan tersebut terkait dengan kesaksian dari Erintuah Damanik, salah satu hakim yang memutus kasus Ronald Tannur, yang menyebut Rudi minta jatah. Hal itu, karena Rudi menyebut 'jangan lupakan saya' saat Erintuah mengadili kasus Ronald Tannur.
Namun, menurut Rudi, pernyataan itu hanya sebatas mengingatkan kepada Erintuah bahwa dirinya akan dilantik sebagai Ketua PN Jakarta Pusat, meninggalkan posisinya sebagai Ketua PN Surabaya.
Rudi merupakan Ketua PN Surabaya pada periode 2022–2024. Saat perkara Ronald Tannur bergulir, Rudi masih menjabat. Pada 16 April 2024 barulah ia dilantik menjadi Ketua PN Jakarta Pusat.
Ia sempat mendapat promosi jabatan menjadi Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Palembang. Akan tetapi, lantaran ditetapkan tersangka kasus dugaan suap, Rudi pun batal dilantik.
"Terkait dengan [pernyataan] 'jangan lupakan saya'. Penting bagi saya, Yang Mulia, untuk memastikan bahwa saya tidak bermakna apa pun menyampaikan itu, selain untuk mengingatkan beliau [Erintuah] bahwa saya akan dilantik di PN Jakarta Pusat, diskusinya tentang itu," kata Rudi dalam persidangan, Jumat (13/6).
"Tapi, kalau beliau menafsirkan kemudian sebagai mengingat untuk sesuatu, itu bukan pemahaman saya," imbuh dia.

Rudi pun membantah bahwa pernyataannya itu merujuk pada permintaan untuk turut kecipratan uang suap terkait vonis bebas Ronald Tannur tersebut.
"Iya saya enggak ada maksud untuk meminta sesuatu terkait [pernyataan] itu," ucapnya.
Ketua Majelis Hakim Iwan Wirawan mengkonfirmasi kepada Erintuah yang dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan tersebut. Erintuah menyatakan tetap pada keterangannya.
"Saudara saksi tetap dengan keterangannya?" tanya Hakim Iwan.
"Tetap," timpal Erintuah.

Dalam persidangan itu, Erintuah menyatakan bahwa Rudi Suparmono menyampaikan pesan permintaan soal jatah uang suap terkait vonis bebas Ronald Tannur itu sebanyak tiga kali.
Dalam kesaksiannya, Erintuah menceritakan soal pembagian jatah uang suap yang diterimanya dari pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat. Jumlah uang suap yang diserahkan Lisa untuk mengatur vonis bebas kliennya itu yakni sebesar SGD 140.000.
Uang itu diserahkan Lisa di Gerai Dunkin Donuts Bandara Jenderal Ahmad Yani Semarang, pada awal Juni 2024. Uang tersebut kemudian sepakat dibagi-bagi kepada tiga orang hakim yang mengadili perkara Ronald Tannur, yakni Heru Hanindyo sebesar SGD 36.000, Erintuah Damanik sebesar SGD 38.000, dan Mangapul sebesar SGD 36.000.
Uang suap sebesar SGD 140.000 itu ternyata masih tersisa sejumlah SGD 30.000. Uang itu pun disimpan Erintuah. Belakangan, diketahui uang itu disisihkan masing-masing untuk Rudi Suparmono sebesar SGD 20.000 dan panitera pengganti bernama Siswanto sejumlah SGD 10.000.
Menurut pengakuan Erintuah, uang itu sengaja disisihkan lantaran Rudi tiga kali menyampaikan pesan 'jangan lupakan saya, tolong disisihkan' kepadanya. Namun, uang itu belum diserahkan Erintuah ke Rudi.
"Pada saat pembagian saya bilang [ke Heru dan Mangapul], 'Pak Ketua ada tiga kali ngomong, 'jangan lupakan saya, tolong disisihkan'', akhirnya kita sisihkanlah uang di situ, SGD 20 ribu untuk Pak Ketua, SGD 10 ribu untuk panitera pengganti," tutur Erintuah.
Adapun dalam perkara Ronald Tannur, Erintuah merupakan Ketua Majelis Hakim. Sementara, dua hakim anggota lainnya yakni Mangapul dan Heru Hanindyo.
Dalam kasus dugaan suap vonis bebas Tannur itu, ketiganya turut dijerat sebagai tersangka dan telah dijatuhi vonis oleh Pengadilan Tipikor Jakarta. Untuk Erintuah, ia dihukum pidana 7 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Terkait putusan itu, ia menyatakan tidak mengajukan banding.