Dari Pesantren ke ArtJog: Proses Faisal Kamandobat Menciptakan Endog Jagad

2 hours ago 1
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
Instalasi karya Faisal Kamandobat berjudul “Endog Jagad: Serat Nubuwat Kiai Jembar Manah”, di ruang pamer ArtJog 2025, Jogja National Museum. Foto: Dok. Istimewa

Seniman Faisal Kamandobat membawa kisah dari pesantren di Desa Karanggedang, Kecamatan Majenang, Cilacap, Jawa Tengah, ke panggung ArtJog 2025 “Motif: Amalan” di Jogja National Museum (JNM). Karyanya berjudul “Endog Jagad: Serat Nubuwat Kiai Jembar Manah”, berupa naskah dan lukisan dalam gulungan manuskrip iluminasi Arab Pegon (aksara Arab untuk menulis bahasa Jawa/Indonesia) berukuran panjang 14 meter dan lebar 1,5 meter. Dalam diskusi publik pada Selasa (19/8), Faisal memaparkan proses kreatifnya bersama penerjemah Welda Sanavero dan moderator Ignatia Nilu.

Kritik dan Gagasan dalam Endog Jagad

Faisal menuturkan bahwa gagasan karyanya berangkat dari riset di desanya. Dalam prosesnya, ia melibatkan para santri di Pesantren Karanggedang yang dikelola oleh keluarganya. Mereka diminta mewawancarai orang tua mereka, menggali sejarah kampung, dan merekam pengetahuan lokal. Hal ini dilakukannya untuk menghidupkan kembali nilai-nilai masyarakat desa yang semakin terancam punah.

Dengan latar belakang keluarga pemilik pesantren di Desa Karanggedang, Cilacap, Jawa Tengah, Faisal Kamandobat menciptakan “Endog Jagad: Serat Nubuwat Kiai Jembar Manah” yang lekat dengan tradisi Jawa dan pesantren. Foto: Pandangan Jogja/Nuha K

“Desain pembangunan nasional tidak menempatkan desa dalam proporsi yang tepat. Akhirnya, desa jadi habis,” kata Faisal, merujuk pada fisik dan pengetahuan desa.

Kritik ini menjadi pijakan lahirnya Endog Jagad. Bagi Faisal, desa menyimpan pengetahuan kosmos yang harus dijaga. Oleh sebab itu, ia memilih tembang macapat (puisi tradisional Jawa) sebagai kerangka isi karya. Lewat rangkaian tembang Maskumambang, Mijil, Sinom, Kinanthi, Asmaradhana, Gambuh, Dhandhanggula, Durma, Pangkur, Megatruh, hingga Pocung, Faisal merepresentasikan siklus hidup manusia sekaligus perjalanan masyarakat Desa Karanggedang. Dengan cara ini, karya seni menjadi sarana pendidikan yang menghidupkan kembali nilai-nilai desa yang terancam hilang.

Naskah Manuskrip Arab Pegon

Gulungan manuskrip iluminasi Arab Pegon yang menjadi bagian utama dari karya Faisal Kamandobat, “Endog Jagad: Serat Nubuwat Kiai Jembar Manah”, berisi lukisan bentang alam yang membentang dari Gunung Slamet hingga Gunung Galunggung. Foto: Dok. Istimewa

Isi gagasan tersebut dituangkan Faisal dalam bentuk gulungan manuskrip iluminasi Arab Pegon. Naskah aslinya berbahasa Jawa dan disajikan dalam bentuk foto. Sebagai pelengkap, Faisal menghadirkan visual berupa lukisan yang menampilkan bentangan pegunungan dari Gunung Slamet hingga Gunung Galunggung, digarap dengan teknik melukis Sokaraja khas Banyumas, Jawa Tengah.

Dengan menghadirkan bentangan pegunungan dan kosmologi Jawa, Faisal menekankan hubungan manusia dengan alam dan ruang desa sebagai pusat kehidupan. Gulungan panjang itu sekaligus metafora kesinambungan memori yang tidak boleh terputus oleh arus pembangunan.

Kolaborasi dalam Penerjemahan

Faisal Kamandobat mendapuk Welda Sanavero, seorang penulis dan peneliti, untuk menerjemahkan manuskrip “Endog Jagad: Serat Nubuwat Kiai Jembar Manah” ke dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Foto: Pandangan Jogja/Nuha K

Teks berbahasa Jawa dalam aksara Arab Pegon yang ditulis Faisal kemudian diterjemahkan ke bahasa Indonesia dan Inggris oleh Welda Sanavero. Endog Jagad diterjemahkan menjadi “Telur Kosmik: Serat Nubuwat Kiai Jembar Manah” dalam bahasa Indonesia. Sedangkan dalam bahasa Inggris, namanya menjadi “Cosmic Egg: The Prophetic Letters of Kiai Jembar Manah”.

Bagi Welda, penerjemahan ini tidak hanya soal alih bahasa, tetapi juga alih rasa. “Saya harus masuk untuk mengenal kembali sense of myself. Tanpa melibatkan sense, rasanya mustahil untuk menerjemahkan,” ungkapnya.