
Film JUMBO mencetak sejarah sebagai film Indonesia terlaris sepanjang masa dengan raihan 10,1 juta penonton hingga berita ini ditulis. Garapan Ryan Adriandhy ini berhasil menggeser KKN di Desa Penari produksi MD Pictures.
Meski begitu, ada pengorbanan besar pihak Visinema Studios demi menghadirkan keajaiban Don dan kawan-kawan di layar bioskop. Butuh waktu 5 tahun dan 400an kreator animasi lokal demi menggarap JUMBO.
Angga Dwimas Sasongko selaku Founder & CEO Visinema mengenang bahwa JUMBO sempat melewati masa produksi di masa pandemi.

Saat itu, bioskop sepi dan industri film nyaris mati. Investor mulai pesimis untuk melirik dunia film sebagai lini bisnis yang potensial. Namun para kreator JUMBO tetap optimis mewujudkan impiannya; membuat film animasi berkualitas untuk Indonesia.
"Tidak ada yang membayangkan ketika pandemi, bahkan ketika new normal, tidak ada orang yang datang ke bioskop, tapi JUMBO saat itu tengah proses produksi," kata Angga dalam diskusi Motion Pictures Association (MPA) di Park Hyatt, Jakarta Pusat, Rabu (11/6).
Angga memastikan bahwa sama sekali tak ada investor yang tertarik di awal perjalanan produksi film tersebut. Padahal, tanpa menyebut nilai pasti, JUMBO wajib punya dana produksi dua kali lipat dari film Mencuri Raden Saleh.

Oleh karenanya, saat itu Visinema harus menguras dana internal dan jejaring pribadi untuk mewujudkan produksi film animasi ini.
"Kami sudah menyisihkan uang yang diperlukan dan tidak ada investor sama sekali pada saat itu, dan sampai berakhir kami menutupi semua produksi, hampir semua produksi," ucap Angga.
Kerja keras, keyakinan, dan penantian itu kini berbuah manis. Keluarga Visinema kini bisa tersenyum bangga melihat JUMBO jadi jawara dalam sejarah perfilman Indonesia.
"Namun sekarang, kami melihat bahwa, saya tidak ingin mengatakan ini seperti judi, yang jelas semua kerja keras terbayar lunas,” jelas Angga.
Kunci Pertumbuhan Film Nasional Bukan Sekadar Angka Penonton
Dari pengalaman tersebut, Angga Sasongko menangkap bahwa kunci pertumbuhan film nasional saat ini tak cukup disejajarkan dengan angka. Kebaruan genre dan tema memegang peran krusial demi sebuah pertumbuhan.
"Jangan semata mengejar box office. Kebaruan itu yang penting," ujar Angga.
Angga melihat bahwa kans penonton saat ini ialah mencari hal baru dari yang diputar di bioskop. Dan bagi Visinema, cerita dan audiens lokal adalah perkawinan paling sempurna untuk menjaga inovasi tersebut.
"Industri perfilman masih ada di early stage. Yang dibutuhkan sekarang adalah visi dari semua sebagai filmmaker, apa yang mau kita kasih ke penonton, apa yang pengin kita lihat terjadi di perfilman Indonesia lima sampai 10 tahun mendatang," tutur Angga.
Di hadapan forum diskusi yang hadir, Angga menyampaikan Visinema kini punya distribusi internasional film JUMBO ke 30 negara. Jumlah tersebut masih terus bertambah, dengan dukungan partner agen penjualan internasional Magic Fair, di Prancis.
Setelah JUMBO, Visinema kini fokus dengan proyek ambisius lainnya, yaitu Ratu Malaka, sebuah laga terbaru garapan Angga sendiri. Ada juga film Panggil Aku Ayah, adaptasi lokal dari film Korea berjudul Pawn.