Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, mengatakan pabrik tersebut ditargetkan bisa rampung dan mulai memproduksi bioetanol pada tahun 2027.
"Kita harapkan tahun 2027 sudah akan berproduksi bioetanol yang ada di Merauke, Papua Selatan. Jadi, ini kita lagi konsolidasikan," kata Yuliot saat ditemui di kantor Kementerian ESDM, Jumat (8/8).
Berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 15 Tahun 2024, salah satu penugasan Satgas Hilirisasi dan Ketahanan Energi berupa percepatan swasembada gula termasuk untuk program bioetanol serta pembangkit listrik biomassa.
Saat itu, Kementerian ESDM bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) sudah mengidentifikasi lahan di Merauke, Provinsi Papua Selatan, seluas 2 juta hektare.
Awalnya, alokasi lahan tersebut akan dibagi kepada dua pengelolaan. Bagian pertama akan dikelola murni oleh swasta karena pengembangannya akan lebih cepat tanpa bantuan infrastruktur pemerintah. Bagian kedua akan dibentuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan dikelola oleh BUMN atau dikerjasamakan dengan swasta.
Pemerintah pun sudah memulai penanaman tebu pertama di PT Global Papua Abadi, Kampung Sermayam, Distrik Tanah Miring, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan, pada akhir Juli 2024.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan Indonesia perlu belajar kepada Brasil terkait pemanfaatan tebu sebagai bahan bakar nabati. Negara tersebut, kata dia, sudah menuju bioetanol 100 persen.
Hal tersebut dikatakannya saat memimpin Sidang Anggota Kedua dan Ketiga Dewan Energi Nasional (DEN) tahun 2025. Dia menyebutkan, perkebunan tebu di Merauke akan difokuskan pada produksi etanol dan metanol.
"Mereka pakai tebu ya, bensinnya itu, mereka menuju 100 persen bisa pakai itu. Karena mereka pertaniannya bagus, etanolnya bagus, biodieselnya juga dia pemenang. Kita ini kan impor etanol dan metanol ini setiap tahun. Jadi mungkin yang di Merauke ini yang perlu kita push untuk tebunya itu dikonversi ke etanol dan metanol saja," ujar Bahlil di Jakarta, Jumat (18/7).