Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, tengah, dikelilingi oleh para menteri sayap kanan menghadiri sidang Knesset, parlemen Israel, di Yerusalem. Senin 18 November 2024.
REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Kabinet keamanan Israel semalam menyetujui usulan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk mencaplok Kota Gaza di tengah Jalur Gaza. Mereka mengesampikan peringatan dari pasukan penjajahan Israel bahwa operasi tersebut berisiko terhadap nyawa para sandera yang tersisa selain berpotensi memicu bencana kemanusiaan.
Pembatasan pengambilalihan kota padat penduduk tampaknya tidak sejauh apa yang sebelumnya digambarkan sebagai rencana untuk menduduki seluruh Jalur Gaza. Netanyahu mengatakan kepada Fox News beberapa jam sebelum kabinet keamanan bersidang bahwa pengambilalihan penuh adalah niatnya.
Namun, pernyataan dari kantor Netanyahu menggambarkan proposal yang diadopsi tersebut bertujuan untuk “mengalahkan Hamas,” yang berarti bahwa mungkin ada operasi berikutnya di luar Gaza yang disetujui dan tidak diumumkan.
Keputusan tersebut tidak menggunakan kata “menduduki,” dan malah merujuk pada “pengambilan alih,” karena alasan hukum berkaitan dengan tanggung jawab Israel atas masalah sipil di Gaza, menurut situs berita Ynet. Namun, outlet tersebut menambahkan, dengan mengutip seorang pejabat senior Israel yang tidak disebutkan namanya, bahwa perbedaan ini hanya di permukaan, dan keputusan tersebut sebenarnya berkaitan dengan kekuasaan militer penuh. Penaklukan akan berhenti jika kesepakatan penyanderaan tercapai, menurut laporan itu.
Para menteri juga mendukung lima prinsip yang harus dipenuhi agar perang berakhir. Diantaranya pelucutan senjata Hamas, pengembalian semua sandera, demiliterisasi Gaza, kontrol keamanan Israel yang berkelanjutan di Gaza, dan pemerintahan sipil pascaperang yang mengecualikan Hamas dan Otoritas Palestina.
Israel mengatakan saat ini mereka menguasai 75 persen wilayah Jalur Gaza, sementara IDF menghindari memasuki wilayah 25 persen sisanya – yang sebagian besar terdiri dari Kota Gaza dan kamp-kamp pengungsi di Gaza tengah. Mereka meyakini bahwa sebagian besar sandera ditahan di sana. Hampir seluruh dari dua juta warga Gaza saat ini berada di wilayah Jalur Gaza yang tidak dikontrol oleh IDF.
Hamas mengancam akan mengeksekusi sandera jika agennya mendeteksi pasukan Israel mendekat; Para penculik Hamas membunuh enam sandera Israel di Rafah, di Gaza selatan, Agustus lalu, ketika pasukan IDF secara tidak sengaja mendekati terowongan tempat mereka ditahan.
Beberapa pihak berspekulasi setelah keputusan kabinet diumumkan apakah pembicaraan sebelumnya mengenai operasi skala besar merupakan taktik tekanan yang bertujuan membujuk Hamas agar kembali ke meja perundingan sesuai persyaratan Israel.