Lima orang tersangka kasus dugaan suap dalam vonis lepas perkara persetujuan ekspor crude palm oil (CPO) bakal menjalani sidang perdana atau pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, pada pekan depan.
Mereka adalah empat hakim dan panitera, yakni eks Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, tiga orang Majelis Hakim yang menangani perkara CPO, yaitu Djuyamto, Ali Muhtarom, dan Agam Syarif Baharudin, serta mantan Panitera Muda PN Jakpus, Wahyu Gunawan.
"Majelis Hakim telah menetapkan tanggal sidang perdana, yaitu pada Rabu (20/8) untuk terdakwa Muhammad Arif Nuryanta dan Wahyu Gunawan," ucap juru bicara II PN Jakarta Pusat, Sunoto, dalam keterangannya, Selasa (12/8).
“Adapun pada Kamis (21/8) dijadwalkan sidang perdana untuk terdakwa Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom,” ungkap Sunoto.
Sunoto menyebut, Pengadilan telah menunjuk Majelis Hakim yang bakal mengadili perkara tersebut.
Adapun susunannya yakni Effendi selaku Ketua Majelis Hakim, dengan dua hakim anggota yakni Adek Nurhadi dan Andi Saputra. Effendi adalah Wakil Ketua PN Jakpus.
Dalam kasus ini, ada delapan orang tersangka yang telah dijerat Kejagung. Satu orang tersangka dari pihak legal Wilmar Group, Muhammad Syafei, baru pelimpahan tahap II ke Kejari Jakpus.
Kemudian, masih ada dua tersangka lagi yang penyidikannya belum rampung. Mereka ialah pengacara Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri.
Kasus Suap Vonis Lepas CPO
Muhammad Arif Nuryanta diduga menerima Rp 60 miliar dari Ariyanto dan Marcella ketika masih menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat. Uang tersebut disebut berasal dari korporasi Wilmar Group.
Penyerahan uang kepada Arif tersebut diberikan melalui seorang panitera, Wahyu Gunawan. Setelah uang tersebut diterima, Wahyu kemudian mendapat jatah sebesar USD 50 ribu sebagai jasa penghubung.
Arif kemudian menunjuk susunan majelis hakim yang akan menangani perkara korupsi CPO tersebut.
Kemudian, Arif diduga membagi uang suap tersebut kepada majelis hakim dalam dua tahap. Pertama, Arif memberikan total Rp 4,5 miliar kepada ketiganya sebagai uang baca berkas perkara.
Kemudian, Arif kembali menyerahkan uang sebesar Rp 18 miliar kepada Djuyamto dkk agar memberikan vonis lepas kepada para terdakwa. Djuyamto diduga menerima bagian sebesar Rp 6 miliar.
Adapun dalam putusannya terkait kasus persetujuan ekspor CPO itu, Majelis Hakim menyatakan para terdakwa korporasi itu terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dalam dakwaan. Namun, Hakim menilai bahwa perbuatan tersebut bukan korupsi.
Majelis Hakim kemudian menjatuhkan vonis lepas atau ontslag dan terbebas dari tuntutan pembayaran uang pengganti sebesar Rp 17 triliun.
Belum ada keterangan dari para terdakwa korporasi CPO maupun para tersangka pengaturan vonis perkara persetujuan ekspor CPO mengenai kasus dugaan suap tersebut.
Di sisi lain, Kejagung sa...