Pemerintah bakal menerapkan periode transisi dan zonasi harga dalam kebijakan harga beras nasional yang tengah disiapkan.
Penyesuaian ini penting dilakukan agar perubahan standar mutu, jenis, dan harga batas atas beras dapat diterima dengan baik oleh pelaku usaha hingga konsumen, terutama dengan mempertimbangkan kondisi geografis Indonesia yang sangat luas.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas)/National Food Agency (NFA), Arief Prasetyo Adi, mengatakan kebijakan baru tersebut telah melalui proses diskusi intensif dengan para pemangku kepentingan, termasuk kementerian, lembaga, hingga pelaku perberasan.
“Saya tentunya bersama seluruh stakeholder, termasuk kementerian dan lembaga dan juga teman-teman dari pelaku perberasan, kami juga sering intens berdiskusi supaya apapun yang jadi keputusan terbaik, ini bisa dijalankan,” kata Arief melalui keterangan tertulis, dikutip Senin (4/8).
Menurut Arief, pihaknya telah menyampaikan beberapa alternatif kebijakan kepada Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, untuk dipertimbangkan. Ia berharap keputusan dapat segera diambil guna menstabilkan pasar.
“Mudah-mudahan ini sangat dibutuhkan, karena ini harus cepat, disegerakan juga supaya bisa menenangkan kondisi pasar hari ini,” tambahnya.
Arief menjelaskan bahwa perubahan kebijakan tidak bisa langsung dieksekusi tanpa melalui periode transisi. Namun, implementasi kebijakan tetap perlu disegerakan. Ia menambahkan bahwa standar mutu beras yang akan diterapkan nantinya berada di antara kategori premium dan medium.
Arief pun menyampaikan bahwa akan ada perbedaan harga antara daerah sentra produksi dan wilayah Indonesia Tengah maupun Timur.
Menurutnya, pengaturan harga berdasarkan zonasi diperlukan karena tidak memungkinkan menerapkan satu harga yang sama di seluruh wilayah Indonesia yang sangat luas.
Lebih lanjut, Arief menyampaikan bahwa pemerintah hanya akan mengatur harga untuk beras reguler yang dikonsumsi masyarakat secara umum.
“Untuk beras yang reguler, itu beras yang seperti kita makan biasanya, baik beras panjang maupun bulat. Itu harganya tetap akan pemerintah batasi. Syarat mutunya juga disiapkan dengan berbagai kriteria, tapi yang mutlak adalah derajat sosoh 95 persen dan kadar air 14 persen. Butir pecah berapanya, itu nanti disampaikan,” jelas Arief.
Sementara itu, untuk beras khusus seperti beras ketan, beras hitam, beras merah, beras dengan indeks glikemik rendah, hingga beras organik dan biofortifikasi, pemerintah tidak menetapkan harga dan akan menyerahkannya pada mekanisme pasar.
Namun, jenis-jenis ini tetap wajib memenuhi standar dan melalui proses sertifikasi. Beberapa di antaranya juga memiliki indikasi geografis dari daerah tertentu, diformulasikan untuk kebutuhan kesehatan, serta diperkaya dengan zat gizi tambahan.
“Kebijakan beras ini harus holistik, mulai dari petani, kemudian bagaimana di penggiling padi, pengusaha sampai nanti di ritel dan end customer atau masyarakat. Kalau di hulu kan Bapak Presiden Prabowo itu minta gabah petani dibeli minimal Rp 6.500 per kilo. Oleh karena itu, di hilir kita sesuaikan," sebut Arief.
Adapun regulasi yang saat ini tengah direvisi adalah Peraturan Bapanas Nomor 2 Tahun 2023 yang mengatur empat kelas mutu beras (premium, medium, submedium, dan pecah), serta Peraturan Bapanas Nomor 5 Tahun 2024 yang mengatur Harga Eceran Tertinggi (HET) beras premium dan medium di berbagai wilayah Indonesia.