
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan skema co-payment atau pembagian risiko sebesar 10 persen kepada pemegang polis dari total pengajuan klaim asuransi kesehatan mulai 1 Januari 2026. Namun bagi para pekerja, OJK memastikan skema co-payment itu bisa ditanggung oleh perusahaan.
Aturan mengenai skema co-payment tertuang dalam Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 7/SEOJK.05/2025. Dalam beleid ini, co-payment yang ditetapkan sebesar 10 persen dari total pengajuan klaim, dengan batas maksimum Rp 300.000 untuk klaim rawat jalan dan Rp 3 juta untuk klaim rawat inap.
Deputi Komisioner Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Iwan Pasila mengatakan, OJK meminta asuransi kesehatan komersial untuk bekerja sama dengan perusahaan. Sehingga, pekerja yang selama ini mendapatkan asuransi kesehatan swasta dari perusahaan, tak perlu lagi membayar co-payment di rumah sakit/klinik.
"Iya (co-payment karyawan bisa ditanggung perusahaan). Jadi kita minta asuransi untuk kerja sama dengan perusahaan," ujar Iwan saat FGD dengan media massa di Plataran Menteng, Jakarta, Kamis (12/6).
Namun demikian, Iwan menjelaskan ada batasan tertentu co-payment yang dibebankan ke perusahaan. Hal ini tergantung kesepakatan antara perusahaan asuransi dan perusahaan pemberi kerja.
Sebagai contoh, dalam setahun perusahaan hanya menanggung co-payment yang seharusnya dibayar karyawan sebanyak tiga kali. Jika melebihi itu, karyawan harus membayar sendiri co-payment saat berobat jalan atau rawat inap di rumah sakit.
"Kalau sekarang kan enggak. Misalnya nanti pekerja protes, itu sudah dibayar (perusahaan) masa ada co-payment lagi? Yang peserta nggak tahu adalah, sebenarnya premi ke badan usahanya juga sudah lebih murah. Jadi memang harus diskusi perusahaan dengan asuransinya," jelasnya.
Iwan juga menjelaskan, skema co-payment sebenarnya bisa menurunkan inflasi medis di Indonesia yang saat ini sangat tinggi, yakni 10,1 persen di 2024 dan diperkirakan mencapai 16,5 persen di 2025. Sementara rata-rata inflasi media global sebesar 6,4 persen di 2024.
Tak hanya itu, skema co-payment juga akan menahan laju kenaikan premi yang dibayar pemegang polis.
"Misalnya inflasi medis itu kan 16,5 persen tahun 2025 polisi. Kalau ditambah dengan inflasi umum mungkin sekitar 20 persen. Jadi kalau diturunkan kasar, premi itu harusnya naik 20 persen. Nah dengan co-payment, naiknya nggak 20 persen, mungkin 10-15 persen," tambahnya.