REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG-- Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Barat (Jabar) berhasil membongkar praktik peredaran beras tidak sesuai standar dan mutu dan oplosan di sejumlah wilayah. Di antaranya, di Majalengka, Kabupaten Bandung dan Bogor sepanjang bulan Juli. Sebanyak enam orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Direktur Kriminal Khusus Polda Jabar Kombes Pol Wirdhanto Hadicaksono mengatakan, telah mengamankan empat produsen dan 12 merek beras yang mengganti kemasan medium ke premium serta mencampur beras menjadi beras oplosan. Sebanyak enam orang ditetapkan tersangka dalam kasus tersebut.
Modus yang dilakukan para tersangka, kata dia, pelaku menjual beras premium tidak sesuai standar nasional Indonesia. Selain itu, pelaku menjual beras pandan wangi br Cianjur akan tetapi tidak sesuai label tertulis pada karung beras.
"Pelaku usaha menjual beras kualitas medium dijual dengan harga beras premium, pelaku melakukan repacking atau pengemasan kembali beras berkualitas medium menjadi kemasan beras berkualitas premium," ujar Wirdhanto di Mapolda Jabar, Rabu (6/8/2025).
Selain itu, kata dia, pelaku membeli gabah dengan harga Rp 7.000 per kilogram kemudian diproduksi menjadi beras dengan kualitas medium dan diperjualbelikan dengan kemasan beras premium dengan harga Rp 14.400 per kilogram. Selain itu, pelaku membeli beras medium dengan harga Rp 13.200 kilogram dan dijual dengan kemasan premium seharga Rp 14 ribu.
Di Majalengka, Wirdhanto mengatakan pelaku usaha berinisial AP menjual beras premium merek si putih 25 kilogram tidak sesuai standar mutu premium dan mencantumkan label premium. Pelaku menjalankan usahanya sudah berjalan empat tahun dengan jumlah produksi 36 ton dan keuntungan Rp 468 juta.
Polisi pun, kata dia, mengungkap peredaran beras pandan wangi tidak sesuai mutu atau kualitas yang tertera di label. Diketahui, isi karung bukan beras pandan wangi. "Beras tersebut bukan berisi beras khusus pandan wangi, akan tetapi, isi beras dalam kemasan tersebut adalah beras jenis cintanur," kata dia.
Ia menyebut pelaku sudah menjalankan usahanya empat tahun dengan produksi 192 ton. Dengan keuntungan Rp 2,9 miliar. Di Kabupaten Bandung, petugas menemukan 8 merek beras yang tidak sesuai standar mutu premium bahkan tidak sesuai mutu beras medium.
Pelaku sudah melakukan aksinya selama 5 tahun dan telah memproduksi 770 ton dengan omzet Rp 7 miliar. Di Kabupaten Bogor, terdapat pelaku yang melakukan pengemasan kembali beras medium menjadi premium. "Keterangan tersangka, asal beras repacking tersebut diduga berasal dari beras bulog dengan standar medium yang direpacking menjadi beras premium," kata dia.
Menurutnya, pelaku sudah melakukan aksinya sejak 2021 dan mendapatkan omzet Rp 1,4 miliar. Para pelaku dijerat tindak pidana perlindungan konsumen dengan ancaman hukuman penjara 5 tahun. "Dari empat kasus tersebut, berdasarkan hasil pemeriksaan secara laboratorium terhadap 12 sampel beras diduga terjadi proses pencampuran antara beras kepala, butir patah, dan menir," kata dia.
Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Hendra Rochmawan mengatakan petugas bakal menarik seluruh beras yang tidak sesuai mutu dan oplosan yang beredar di masyarakat. "Akan ditarik," katanya.