Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah memperkuat kerja sama dengan negara-negara Eurasia, terutama Belarus, guna mempercepat perjanjian perdagangan bebas antara Indonesia dan Eurasia (EAEU). Adapun perjanjian tersebut dinilai strategis untuk membuka akses pasar lebih luas bagi produk-produk industri Indonesia ke kawasan tersebut.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan bahwa hingga saat ini, potensi kerja sama antara pihak Indonesia dengan Belarus masih terlihat sangat kecil. Ia menilai, Indonesia belum melihat secara menyeluruh betapa pentingnya Belarus sebagai bagian strategis dari kawasan Eurasia.
“Banyak produk-produk kita (Indonesia) yang juga bisa kita isi kepada negara-negara Eurasia, sehingga Belarusia itu akan memainkan peran penting untuk membantu percepatan ini, sehingga bisa memperkuat hubungan ekonomi termasuk hubungan dagang,” ucap Agus kepada wartawan usai pertemuannya dengan pihak Belarusia di Kantor Kemenperin, Jakarta Selatan, Rabu (6/8).
Agus menyatakan, pertemuan tersebut menjadi suatu langkah awal, di mana melalui perjanjian EAEU dan potensi kerja sama antara Indonesia dan Belarus lainnya, dapat meningkatkan perdagangan hingga 5 kali lipat dalam 2 hingga 3 tahun mendatang atau hingga 2028.
“Jadi saya kira target trading antara Indonesia dengan Belarusia kalau kita bisa tetapkan dalam 2-3 tahun, bisa naik 5 kali lipat ya. (Target) itu nggak hal yang berlebihan ya,” tutur Agus.
Ia menyampaikan bahwa Menteri Luar Negeri Belarus, Maxim Ryzhenkov, meminta banyak eksplorasi pembentukan kerja sama antara pelaku usaha dalam bentuk joint venture atau joint operation di berbagai sektor, seperti industri pupuk dan otomotif.
“Dan mereka (Belarus) punya kekuatan juga yang luar biasa besar di otomotif heavy metal, kendaraan heavy metal, kendaraan berat seperti truck, dumpster,” tambahnya.
Agus juga menyatakan bahwa kedua belah pihak sepakat untuk membentuk Joint Economic Committee antara Indonesia dan Belarus. Komite ini akan berada di bawah payung kerja sama ekonomi bersama dan mencakup sejumlah sub-komite, seperti sub-manufaktur dan sub-industri, untuk mengembangkan sektor-sektor prioritas.
Ia menilai, proses penjajakan dengan Belarus relatif lebih mudah, karena hampir seluruh perusahaan manufaktur di negara tersebut merupakan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Agus pun membandingkan dengan Indonesia, di mana sebagian besar pelaku industri berasal dari sektor swasta. Oleh karena itu, pendekatan kerja sama yang diterapkan pun akan berbeda.
Potensi Investasi Akan Dijajaki
Agus pun menuturkan bahwa sektor-sektor yang terdapat potensi investasi akan dijajaki untuk kerja sama joint venture atau joint operation akan dikurasi lebih lanjut oleh pihak Kementerian Perindustrian bersama mitra di Belarus. Ia berharap kerja sama yang dibangun bersifat realistis dan berpotensi direalisasikan dalam waktu dekat, sekalipun bukan dari sektor-sektor yang tergolong cepat.
“Saya tadi menyampaikan bahwa coba kita (jajaki potensi investasi) kalau nggak bisa yang low-hanging fruit, yang cepat, tapi yang paling tidak joint venture sama joint operation-nya itu yang benar-benar realistis,” tambahnya.
Selain itu, Agus juga mengungkapkan bahwa Pemerintah juga menargetkan agar dokumen kerja sama untuk pembentukan Joint Economic Committee dapat ditandatangani sebelum akhir tahun ini dan mengupayakan penyelenggaraan forum bisnis antara kedua negara, baik di Indonesia maupun di Belarus, sebagai langkah awal untuk meningkatkan keterlibatan...