REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan suap oleh agen travel menyasar para pejabat Kementerian Agama (Kemenag). Suap itu ditujukan agar memperoleh kuota tambahan penyelenggaraan haji pada 2023–2024.
"Itu termasuk materi yang nanti akan didalami (dugaan suap agen travel kepada pejabat Kemenag)," kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo kepada wartawan, Selasa (12/8/2025).
KPK menerangkan agen travel mengelola dana para calon jamaah yang mendaftar haji lewat penyelenggara pelaksana ibadah haji, yang melibatkan Kemenag dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
"Jadi terkait dengan aliran-aliran uang yang dikelola oleh para penyelenggara haji, dalam hal ini para agen travel," ucap Budi.
KPK bakal mengorek soal kucuran dana pelaksanaan haji dari agen travel kepada penyelenggara haji sebagai bentuk kickback demi memperoleh kuota tambahan haji itu. KPK memastikan pihak pemberi dan penerima suap akan diusut.
"Apakah kemudian ada aliran-aliran uang dari dana pelaksanaan ibadah haji itu? Kalau ada, kepada siapa saja, itu nanti akan ditelusuri," ujar Budi.
Tercatat, KPK sudah memeriksa mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief, pegawai Kemenag berinisial RFA, MAS, dan AM, Pemilik Travel Uhud Tour Ustadz Khalid Basalamah, Sekjen AMPHURI Muhammad Farid Aljawi, serta Ketua Umum Kesthuri Asrul Aziz.
KPK menelusuri dugaan keterlibatan oknum di Kemenag yang menyalurkan kuota haji tidak sesuai aturan dan memberikan jatah kuota haji khusus kepada perusahaan travel. Oknum itu diduga mendapat kickback dari pihak travel.
Padahal porsi kuota haji khusus maksimal 8 persen, sedangkan kuota haji reguler sebesar 92 persen sesuai aturan UU Haji. Tapi, muncul kejanggalan kuota 20.000 jemaah dari Pemerintah Arab Saudi pada 2024 yang dibagi rata 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
KPK turut mendalami dugaan aliran dana kepada pihak travel umrah yang mendapat kuota haji khusus walau mestinya tidak mendapatkannya. Kuota itu lalu dijual demi mendapat keuntungan.
Penetapan tersangka merujuk pada Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Perkara ini naik ke tahap penyidikan pada Jumat (8/8/2025) lewat surat perintah penyidikan (sprindik) umum tanpa menyebutkan siapapun sebagai tersangka.