
Ahli bahasa dari Universitas Indonesia (UI), Frans Asisi Datang, dicecar jaksa KPK terkait percakapan antara Harun Masiku dengan Nurhasan, seorang penjaga rumah aspirasi di Jalan Sutan Syahrir yang biasa digunakan sebagai kantor oleh Hasto.
Percakapan keduanya diduga terjadi pada 8 Januari 2020 lalu. Dalam percakapan itu, ada menyinggung soal 'rendam hp' serta 'Bapak'. Frans meyakini bahwa keduanya pasti memahami bahwa kata 'Bapak' dalam komunikasi itu adalah seseorang atau pihak ketiga.
Hal itu disampaikan Frans saat menjadi ahli dalam sidang kasus dugaan suap komisioner KPU RI dan perintangan penyidikan Harun Masiku, dengan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (12/6).
Dalam persidangan, jaksa memutar rekaman percakapan antara Harun Masiku dengan Nurhasan tersebut. Berikut isi percakapannya:
Nurhasan: Ini ada amanat, Pak. Bapak handphone-nya, handphone-nya harus direndam di air.
Masiku: Iya, Pak, iya.
Nur Hasan: Bapak standby di DPP.
Masiku: Di mana?
Nurhasan: DPP.
Masiku: Oke. Di mana di nyimpennya, Pak?
Nurhasan: Di air. Direndam di air.
Masiku: Di mana itu?
Nurhasan: Enggak tahu saya.
Masiku: Oh begini saja. Pak Hasan segera, ini Pak Hasan segera itu, kita ke itu, ke apa namanya, apa namanya, halo? Halo?
Nurhasan: Iya, Pak.
Masiku: Naik motor aja.
Nurhasan: Ke mana, Pak?
Masiku: Itu yang rumah dekat samping itu.
Nurhasan: Oh di pinggir sini, Pak?
Masiku: Yang iya, yang nomor 10 itu. Yang nomor 10 itu kan?
Nurhasan: Iya.
Masiku: Atau di mana? Di DPP?
Nurhasan: Ya udah di situ saja, Pak. Nanti ketemuan di situ saja, Pak. Di atas enggak ada orang, Pak.
Masiku: Hah?
Nurhasan: Di atas enggak ada orang, Pak. Saya enggak bisa tinggal.
Masiku: Bapak di mana? Bapak di mana?
Nurhasan: Bapak lagi di luar, Pak.
Masiku: Di mana?
Nurhasan: Lagi di luar.
Masiku: Bapak suruh ke mana? Bapak suruh ke mana?
Nurhasan: Perintahnya Pak Harun suruh standby di DPP.
Masiku: Ya.
Nurhasan: Terus handphone-nya itu harus direndam di air, katanya.
Masiku: Di mananya? Di mana?
Nurhasan: Enggak tahu saya juga. Apa, ya, terserah Bapak.
Masiku: Atau di anu..
Nurhasan: Di mana, Pak?
Masiku: Iya, iya. Bapak meluncur sekarang. Saya tunggu di dekat Teuku Umar. Naik motor aja.
Nurhasan: Iya, Pak.
Masiku: Sekarang ya di itu, di pom bensin di mana itu, di dekat yang di anu, di hotel, Hotel Sofyan.
Nur hasan: Hotel Sofyan. Oh Cut Meutia?
Masiku: Di depan Cut Meutia. Iya. Sekarang berangkat, ya.
Nurhasan: Ya, Pak.
Masiku: Terima kasih.

Jaksa kemudian meminta Frans menjelaskan maksud percakapan itu sesuai dengan keahliannya. Dalam keterangannya, Frans mulanya menjelaskan konteks penggunaan kata 'Pak' dan 'Bapak' yang dipakai keduanya saat berkomunikasi. Dia meyakini kedua kata itu merujuk pada dua orang berbeda.
"Penggunaan kata di situ ada kata 'Pak', ada kata 'Bapak'. Saya mulai dengan kata 'Bapak', itu dalam dua konteks, bukan satu konteks. Kata 'Pak' konsisten digunakan oleh seseorang yang berada di dalam, di satu tempat. Sedangkan kata 'Bapak' itu digunakan juga oleh orang yang ada di jalan. Sepertinya di jalan gitu. Seperti itu," kata Frans dalam persidangan.
"Jadi, yang kalau tadi disebut Pak Hasan itu yang menggunakan konsisten menggunakan kata 'Pak' ke Harun Masiku. Sedangkan, Harun Masiku menggunakan kata 'Bapak' dengan si Pak Hasan ini juga menggunakan kata 'Bapak' dalam dua konteks berbeda. Begitu," jelasnya.
Frans pun meyakini bahwa keduanya saling mengenal dan memahami sosok yang dimaksud dengan 'Bapak'. Analisis itu didukung lewat pertanyaan dari Masiku yang menanyakan 'Bapak di mana?' sebanyak dua kali.
Kemudian, kata dia, pertanyaan itu ditimpali Nurhasan dengan menjawab menggunakan konteks kata 'Bapak' sebagai orang ketiga. Oleh karenanya, menurut penilaian Frans, ia meyakini bahwa 'Bapak' dalam percakapan itu pasti merujuk ke seseorang.
"Harun Masiku itu menanyakan 'Bapak di mana? Bapak di mana?' gitu. Sedangkan, yang satu menjawab 'Bapak lagi di luar'. Tidak mungkin dia yang si Hasan itu, 'Bapak' itu yang dia maksud dia. Tapi, pasti seseorang," tutur Frans.
"Dua-duanya mengerti bahwa yang dimaksud Bapak itu adalah seseorang. Seseorang atau pihak ketiga yang kita sebut itu," imbuhnya.
Tak hanya itu, Frans juga menyatakan bahwa baik Masiku maupun Nur Hasan sama-sama mengetahui konteks percakapan yang terjadi antara keduanya.
Jika kata 'Bapak' merujuk pada diri Nurhasan sendiri, kata Frans, jawaban atas pertanyaan itu pasti ditimpali dengan sudut pandang orang pertama atau menggunakan kata ganti 'saya'.
"Karena kalau misalnya dia katakan [saat ditanya] Bapak di mana, pasti dia jawab, saya di kantor, atau saya di pos satpam, atau saya di jalan. Tapi, dia jawab, 'Bapak lagi di luar', maksudnya seseorang," ucap Frans.
"Berarti 'Bapak' yang ditanyakan oleh si Harun Masiku itu maksudnya juga sama. Jadi, mereka saling mengerti antara satu sama lain dalam konteks ini yang ditanyakan. Lalu, perintahnya di sini atau isinya di sini adalah memerintahkan untuk merendam hp," terangnya.
Setelah mendengar penjelasan Frans, jaksa kemudian mempertanyakan sosok 'Bapak' yang dimaksud tersebut. Dalam konteks saat dirinya diperiksa penyidik, Frans meyakini bahwa kata 'Bapak' tersebut merujuk ke Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
"Ya di dalam BAP saya itu saya katakan bahwa dari keterangan penyidik secara lisan maupun dari konteks saya diperiksa dan secara keseluruhan kasus itu maka saya bisa menjawab seperti yang di dalam BAP," ujar Frans.
"Nah, dari faktor apa Pak ini sehingga Saudara menyimpulkan seperti itu, Pak? Faktornya dari apa atau petunjuk yang mana yang kemudian saudara merujuk ke orang itu?" tanya jaksa.
"Ada apa namanya, dalam data-data bahasa sebelumnya itu ada menyebut nama Hasto, Sekjen," kata Frans.
Terkait keterangan itu, penasihat hukum Hasto, Ronny Talappesy, sempat menyampaikan keberatan lantaran dari percakapan Nurhasan dan Harun yang diputar oleh jaksa tidak ada menyebut nama Hasto.
Frans pun kembali menjelaskan bahwa keyakinannya menyebut sosok 'Bapak' yang dimaksud adalah Hasto diketahui lewat konteks pemeriksaannya sebagai ahli oleh penyidik.
"Ya tadi saya katakan, saya jawab di situ secara tegas berdasarkan keterangan lisan dari penyidik, berdasarkan konteks saya diperiksa sebagai ahli bahasa, juga berdasarkan data-data chat maupun ya data-data chat yang tulis secara jelas ada nama Hasto, ada di dalam BAP konteks chat itu ada nama Hasto New New seperti itu," papar Frans.
"Nah, apakah petunjuk-petunjuk itu ada dalam chat ini yang kemudian itu merujuk?" tanya jaksa.
"Dalam chat ada beberapa, yang ini tidak. Jadi disebut di sini tadi saya katakan 'Bapak, Bapak' saja. Jadi konteks 'Bapak' itu menurut saya sebagai ahli bahasa yang diperiksa dari pagi sampai sore itu, saya katakan, 'oh ini Bapak yang mereka maksud ini berarti seseorang yang namanya Hasto', itu," ungkap Frans.
Penjelasan Nurhasan
Sebelumnya, rekaman itu juga sempat diputar oleh jaksa KPK saat memeriksa Nurhasan sebagai saksi dalam persidangan kasus Hasto, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (8/5) lalu.
Dalam kesaksiannya, Nurhasan mengaku tak mengetahui sama sekali bahwa orang yang berkomunikasi dengannya di telepon adalah Harun Masiku.
Awalnya, Hasan tengah menjaga Rumah Aspirasi. Seusai beribadah salat magrib, ada dua orang tak dikenal menyambanginya di pos dan langsung menanyakan Harun Masiku.
Nurhasan yang saat itu mengaku belum mengenal Harun Masiku pun menjawab tidak tahu. Tiba-tiba, salah satu dari dua orang itu masuk ke pos.
Orang itu kemudian mengambil handphone milik Nurhasan dan memerintahkannya untuk menelepon seseorang. Nurhasan pun dipandu oleh kedua orang tersebut.
"Pintanya pokoknya, Pak ada amanat itu belum sebelum telepon itu lho. Sebelum telepon Pak. Diarahkan dulu,” kata Nurhasan.
"Nah setelah itu menyambung baru saya ngomong langsung di-loud speaker lho. Nah orang dua itu mengarahkan saya,” sambung dia.
Dalam persidangan saat itu, jaksa juga mencecar Nurhasan siapa yang dimaksud dengan ‘Bapak'.
"'Bapak di mana' itu maksudnya siapa?" tanya jaksa.
"Itu kan di-loud speaker, Pak, nah yang satu di depan tuh gini (memperagakan memakai mulut), 'Bapak di lua...