Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) tahun 2025 untuk Kabupaten Pati, dinaikkan sekitar 250 persen. Ini memicu protes warga dan belakangan viral.
Soal kenaikan ini, Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu mengatakan PBB merupakan kewenangan masing-masing daerah.
"Itu kan kewenangan daerah, jadi harusnya ya diselesaikan di level daerah masing-masing," kata Anggito ditemui di Universitas Gadjah Mada (UGM), Kamis (7/8).
Evaluasi PBB Kewenangan Provinsi
Anggito bilang tak tahu persis polemik PBB yang terjadi di Pati karena yang mengevaluasi adalah provinsi.
"Jadi provinsinya harus bisa mengevaluasi itu," katanya.
Lalu apakah Kemenkeu juga akan evaluasi juga? "Iya, tapi kan harusnya di level provinsi dulu," jelasnya.
"Harusnya di provinsi, kalau itu adalah perda level tingkat kabupaten, itu kan dievaluasi level provinsi," bebernya.
Untuk kewenangan daerah, evaluasi berjenjang dari kabupaten, provinsi, hingga Kemendagri.
"Kalau ada evaluasi, dilakukan provinsi. Provinsinya dilakukan oleh kemendagri nah kita merupakan bagian dari evaluasi yang dilakukan bersama-sama Kemendagri," terangnya.
Kenaikan itu tercetus dalam rapat intensifikasi PBB-P2 yang dipimpin Bupati Pati Sudewo dengan para camat dan anggota Pasopati di Kantor Bupati Pati, Minggu, 18 Mei 2025.
Tarif PBB-P2 sebelumnya, sebagaimana dikutip dari laman Humas Kabupaten Pati, belum mengalami kenaikan selama 14 tahun.
Bupati Pati menjelaskan bahwa penyesuaian ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan daerah guna mendukung berbagai program pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik.
"Kami saat ini sedang berkoordinasi dengan para camat dan Pasopati (Pengurus Paguyuban Solidaritas Kepala Desa dan Perangkat Desa Kabupaten Pati) untuk membicarakan soal penyesuaian PBB. Telah disepakati bersama bahwa kesepakatannya itu sebesar kurang-lebih 250 persen karena PBB sudah lama tidak dinaikkan, 14 tahun tidak naik," ujar Sudewo, dikutip pada Rabu (6/8).