REPUBLIKA.CO.ID, SAMARINDA -- Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) melalui Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura (DPTPH) mengoptimalkan peran petani lokal untuk menjadi pemasok utama dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang implementasinya diperluas.
"Upaya ini dirancang untuk memberdayakan ekonomi petani sekaligus menjamin kualitas gizi pangan yang diterima para siswa," kata Kepala DPTPH Kaltim Siti Farisyah Yana di Samarinda, Rabu.
Program MBG menjadi pendorong bagi petani untuk memperluas lahan garapan mereka. Adanya kepastian pasar dari Sentra Pangan Pagi dan Gizi (SPPG) atau dapur umum terdekat akan memotivasi petani menambah luas tanam, katanya, menjelaskan.
"Nantinya, petani tidak perlu lagi kesulitan memasarkan hasil produknya. Keberadaan SPPG yang dekat akan mendorong mereka melakukan ekstensifikasi lahan," ujar Yana.
Keterlibatan petani lokal juga membuka ruang pengawasan kualitas bahan pangan secara langsung. Para ahli gizi yang bertugas di setiap SPPG dapat memantau proses tanam dan berinteraksi dengan petani untuk memastikan bahan baku bebas dari residu pestisida menjelang panen.
Selain pemenuhan gizi dari beras, program tersebut memaksimalkan sumber karbohidrat alternatif seperti singkong, ubi dan jagung.
"Langkah ini bertujuan untuk mendiversifikasi asupan pangan anak-anak agar tidak hanya bergantung pada nasi, sekaligus menyerap hasil tani selain padi," ujar Yana.
Pemerintah daerah menunjukkan komitmen penuh terhadap percepatan program tersebut. Yana mengatakan Gubernur Kaltim bersama seluruh kepala daerah kabupaten/kota telah sepakat untuk menyiapkan lahan pembangunan SPPG.
"Sebanyak 25 titik SPPG yang dibangun pemerintah pusat telah disiapkan lahannya oleh pemda setempat," ujar dia.
Untuk wilayah dengan akses geografis yang sulit seperti Kutai Barat dan Mahakam Ulu, pemerintah tetap membangun SPPG tersendiri. Kebijakan itu, menurut dia, diambil karena makanan bergizi tidak boleh dikonsumsi lebih dari dua jam setelah dimasak, sehingga pendistribusian dari kota besar tidak memungkinkan.
Anggaran untuk program MBG tidak mengalami efisiensi dan telah dialokasikan secara khusus. Sementara itu, peran swasta melalui dana pertanggungjawaban sosial (CSR) dimungkinkan, namun tidak dalam pengelolaan langsung SPPG untuk menjaga kemandirian program yang tumbuh dari masyarakat, kata Yana, menambahkan.
sumber : Antara