Dittipideksus Bareskrim Polri telah menetapkan tiga petinggi PT Padi Indonesia Maju (PIM) sebagai tersangka kasus beras premium oplosan dengan merek Sania, Fortune, Sovia, dan Siip.
Selain itu, Bareskrim juga menyegel pabrik pengolahan beras premium oplosan itu. Lokasinya berada di Kawasan Industri Terpadu Wilmar, Serang, Banten.
Bareskrim lalu memperlihatkan kondisi pabrik, Rabu (6/8). Di sana, tampak garis polisi melintang di salah satu bagian proses pengolahan beras. Pabrik itu cukup luas. Salah satu area yang paling mencolok adalah bagian drying section yang telah dipasangi spanduk bertuliskan “disita Bareskrim Polri”. Tampak mesin pengering berbaris.
Suasana pabrik tampak cukup sepi. Beberapa petugas keamanan berjaga di titik-titik tertentu. Terlihat pula beberapa karyawan masih beraktivitas meski tak seramai hari operasional biasanya. Di pabrik ini, diketahui seluruh proses pengelolaan beras dilakukan, mulai dari pengolahan gabah hingga menjadi beras siap distribusi.
Satgas Pangan Bareskrim Polri menetapkan tiga tersangka dalam kasus beras oplosan bermerek Sania, Fortune, Sovia, dan Siip. Berdasarkan hasil uji laboratorium, beras-beras tersebut tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) Beras Premium No. 6128:2020.
“Berdasarkan hasil penyelidikan yang telah dilakukan sebelumnya, ditemukan merek beras premium Sania, Fortune, Sovia, dan Siip yang tidak sesuai dengan standar mutu pada laporan kemasan, dan telah ditemukan adanya peristiwa pidana, sehingga hasil beras perkara ditingkatkan status ke tahap penyidikan,” kata Dirtipideksus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Helfi Assegaf dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (5/8).
Tiga tersangka yang ditetapkan adalah S selaku Presiden Direktur PT PIM, AI selaku Kepala Pabrik, dan DO selaku Kepala Quality Control PT PIM 1.
Penyidik juga menyita 13.740 karung dan 58,9 ton beras dalam kemasan 2,5 kg dan 5 kg dengan merek-merek tersebut sebagai barang bukti.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 62 juncto Pasal 8 ayat 1 huruf A, E, dan F Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 2 miliar.
Mereka juga dijerat dengan UU TPPU yang ancamannya mencapai 20 tahun penjara dan denda hingga Rp 10 miliar.