Head of Research JLL Indonesia, Yunus Karim, menyatakan bahwa stabilitas tersebut terlihat khususnya di pusat-pusat perbelanjaan yang masuk kategori prime malls, yaitu mal yang berada di lokasi strategis di kota-kota besar. Menurutnya, tren belanja daring yang mulai berkembang sejak 2017 hingga 2018 telah mendorong pusat perbelanjaan untuk berinovasi dan berstrategi agar tetap mampu bersaing.
“Jadi mal-mal yang memiliki strategi tendensi yang baik yang dapat menarik visitor mereka, tingkat pengunjung mereka itu juga harus bisa mengikuti trend dan mengakali target market mereka,” ujar Yunus dalam Media Briefing di kantornya, Jakarta Selatan, Rabu (13/8).
Yunus menambahkan, sektor makanan dan minuman (food and beverage/F&B) masih menjadi pendorong utama pergerakan okupansi mal. Ia mencontohkan, tren minuman seperti teh hijau dan teh merah kini banyak dibidik oleh merek-merek dari luar negeri yang membuka gerai pertamanya di Jakarta.
“Kita lihat dari Thailand, mungkin dari China, dari Jepang juga yang mulai aktif membuka gerai-gerai pertama mereka di Jakarta,” tambah Yunus.
Selain makanan dan minuman, tren athleisure juga menjadi faktor pendorong. Menurutnya, gaya hidup olahraga kini tidak hanya sekadar aktivitas fisik, tetapi juga terkait dengan fesyen dan perlengkapan bermerek yang aktif masuk ke pasar Indonesia.
“Jadi mungkin saat ini karakteristik dari generasinya lebih bahwa olahraga itu tidak cenderung hanya sekadar berolahraga tapi juga ada semuanya fashion-fashion atau alat-alat yang tertentu dengan brand-brand yang mungkin saat ini aktif di pasar,” jelas Yunus.
Pertumbuhan Harga Sewa Diproyeksikan Sehat
Yunus memproyeksikan, tingkat pertumbuhan harga sewa ruang ritel dalam ranah pusat perbelanjaan akan tetap terjaga sehat dalam beberapa tahun ke depan, meski tetap perlu memperhitungkan kondisi ekonomi yang dapat memengaruhi strategi pemilik pusat perbelanjaan.
Dalam paparannya, tingkat permintaan bersih (net demand) mencapai 1.046 meter persegi, sementara tidak ada pasokan baru yang masuk pada periode ini.
Adapun stok eksisting mal premium saat ini berada di kisaran 3,1 juta meter persegi, dengan proyeksi pasokan baru sekitar 0,1 juta meter persegi dalam beberapa waktu mendatang. Tingkat keterisian (average occupancy) di mal-mal utama tercatat stabil di level 85 persen, dengan tarif sewa rata-rata sebesar Rp 605.454 per meter persegi per bulan atau setara dengan USD 37,37.
Secara kuartalan, pertumbuhan sewa mal premium berada di 0,9 persen. Yunus memproyeksikan outlook sewa akan tetap berada pada tren naik di tengah minimnya pasokan baru.
“Tapi memang mungkin perlu diklasifika...