Nikita Mirzani diperiksa sebagai saksi dalam perkara dugaan pemerasan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan terdakwa Ismail Marzuki. Keduanya diperiksa secara silang sebagai saksi.
Dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan percakapan WhatsApp, di mana Nikita Mirzani secara eksplisit meminta uang.
Kepada majelis hakim, Nikita mengeklaim bahwa pernyataan dalam chat tersebut hanyalah sebuah candaan. JPU membacakan chat di mana Nikita merespons rencana pertemuan antara Dokter Oky dan Reza Gladys.
"Saksi Nikita bilang, 'Aku kan mau duitnya aja,'" ujar JPU dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (21/8).
Lebih lanjut, JPU menyebut chat itu dilanjutkan dengan adanya diskusi mengenai uang tutup mulut untuk Nikita.
Menjawab pernyataan JPU, Nikita memastikan bahwa hal itu sebagai obrolan santai yang tidak serius.
"Ya untuk aku ketemu sama orang, ketemu sama orang itu kalau nggak ada urusan yang penting, ya untuk apa? Itu WhatsApp kan berupa ketikan, tidak tahu artinya bercanda, atau serius, atau bagaimana. Jadi saat itu memang saya, ya, bercanda aja WhatsApp-an seperti itu," kata Nikita Mirzani.
Nikita pun meminta JPU agar semua bukti percakapan via teks tidak diasumsikan sebagai hal yang serius. Ia menekankan bahwa ada pesan teks yang memang ia tujukan untuk candaan semata.
"Ibu kan pasti berasumsi bahwasanya WhatsApp itu adalah chat serius. Padahal ini tuh, itu sedang bercanda itu saat itu," pungkasnya.
Dalam sidang sebelumnya, Reza Gladys bersama sang suami, dr. Attaubah Mufid pernah dihadirkan oleh pihak jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi.
Dalam sidang, Reza mengungkap kronologi dirinya yang diduga pernah diancam dan diperas oleh Nikita Mirzani dan asistennya, Ismail Marzuki alias Mail sebesar Rp 4 miliar.
Dalam perkaranya, Nikita Mirzani didakwa melakukan tindak pidana pemerasan atau pengancaman secara elektronik terhadap Reza Gladys. Nikita juga didakwa lakukan tindakan pencucian uang atas uang yang ia terima dari Reza Gladys. Tindak pidana itu dilakukan Nikita bersama asistennya, Ismail Marzuki.
Atas perbuatannya, Nikita dan Ismail diduga melanggar Pasal 45 ayat 10 huruf A, Pasal 27B Ayat (2) UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang UU ITE dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Pasal 3 Undang-undang RI Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP.
Gabungan pasal-pasal ini umumnya digunakan untuk menjerat pelaku utama maupun pihak yang terlibat dalam kasus pemerasan atau pengancaman secara elektronik.