REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Muslims for Shared Action on Climate Impact atau Mosaic mendorong inovasi pembiayaan sosial untuk menjawab tantangan perubahan iklim. Ketua Dewan Pengurus Mosaic Nur Hasan Murtiaji menegaskan, program Sedekah Energi bisa menjadi pintu masuk kolaborasi lebih luas antara umat, lembaga zakat, hingga sektor digital.
“Mosaic sebenarnya sudah menginisiasi sejumlah program. Salah satunya adalah Sedekah Energi. Ini sudah lima masjid yang sudah kami pasang solar panel melalui crowdfunding,” kata Hasan dalam forum Islamic Social Finance for Climate Action Forum di IPB University, Kamis (21/8/2025).
Program tersebut dijalankan melalui platform kitabisa.com. Hingga kini, panel surya telah terpasang di lima masjid yang tersebar di Sembalun, Nusa Tenggara Barat; Bantul, Yogyakarta; Garut dan Tasikmalaya, Jawa Barat; serta Sijunjung, Sumatera Barat. Dari inisiatif ini, Mosaic mencatat pengurangan emisi sekitar 13,9 ton.
Pengurangan emisi itu setara dengan emisi tahunan hampir tiga mobil berbahan bakar bensin, atau penyerapan karbon oleh sekitar 230 pohon dewasa selama setahun. “Ini dampak nyata dari sedekah energi, meski skalanya masih kecil,” ujar Hasan.
Namun, ia mengingatkan program ini baru menyentuh sebagian kecil potensi yang ada. “Sementara data dari Dewan Masjid Indonesia ada 819 ribu masjid di seluruh Indonesia. Jadi masih sangat kecil sekali dibandingkan kebutuhan,” ujarnya.
Hasan menekankan perlunya edukasi, sosialisasi, dan perluasan kolaborasi lintas lembaga. Selama ini Mosaic hanya mengandalkan crowdfunding ritel. Ke depan, ia menilai perlu ada kemitraan dengan institusi yang memiliki jaringan lebih luas.
“Selain lewat kitabisa.com, kami ingin memperluas kolaborasi dengan lembaga lain, terutama lembaga amil zakat atau kenaziran wakaf. Mereka punya jaringan akar rumput yang lebih dekat dengan masyarakat,” kata Hasan.
Mosaic sudah berdiskusi dengan sejumlah lembaga filantropi Islam, seperti Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, dan Yayasan Edukasi Wakaf dalam forum participative climate finance di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Namun, Hasan mengakui mayoritas lembaga zakat belum memiliki program khusus terkait aksi iklim.
“Yang mereka tanyakan adalah sejauh mana program aksi iklim itu bisa berdampak pada pemberdayaan masyarakat,” jelasnya.
Sebagai contoh, Hasan menyinggung pembicaraannya dengan CEO Rumah Zakat yang mempertanyakan kemungkinan masjid penerima panel surya juga menjalankan program pemberdayaan ekonomi jamaah. Menurut Hasan, hal itu mungkin dilakukan, tetapi kolaborasi nyata belum terwujud.
“Kalau program sedekah energi ini diadopsi masing-masing lembaga zakat, mungkin dengan nama berbeda, dampaknya akan lebih masif. Karena mereka lebih dekat ke masyarakat dan punya jaringan luas,” ujarnya.
Selain lembaga zakat, Mosaic melihat peluang di sektor digital. Hasan menilai marketplace dan platform pembayaran bisa menjadi mitra penting. “Marketplace seperti Tokopedia, Shopee, dulu ada LinkAja, bahkan fitur infak di aplikasi perbankan syariah, sebenarnya bisa dimanfaatkan. Tapi sampai sekarang infak masih lebih pada program sosial, belum ada yang spesifik untuk aksi iklim,” katanya.
Selain Sedekah Energi, Mosaic juga menggarap inisiatif Hutan Wakaf dengan donasi sekitar Rp 830 juta dari target Rp 1 miliar. “Peluangnya masih besar sekali. Kita punya instrumen keuangan Islam yang luar biasa, tinggal bagaimana mengarahkannya pada dampak iklim,” ujar Hasan.
Dengan 819 ribu masjid di seluruh Indonesia, Mosaic optimistis potensi energi surya berbasis masjid bisa berkembang pesat jika digerakkan bersama-sama.