
Komisi A DPRD DIY menyampaikan peringatan bahwa data kependudukan yang tidak akurat dapat menyebabkan warga kehilangan akses terhadap bantuan sosial. Hal ini disampaikan dalam kunjungan kerja ke Kantor Kapanewon Berbah, Sleman, dalam rangka pemantauan pelaksanaan Peraturan Daerah DIY Nomor 9 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dan Kartu Identitas Anak (KIA) pada pekan kemarin.
Ketua Komisi A, Eko Suwanto, menegaskan pentingnya validitas data untuk menjamin ketepatan distribusi berbagai program pemerintah.
“Data yang tidak akurat akan berimbas pada distribusi bansos, DPT pemilu, dan perencanaan pembangunan. Kita mendorong Kapanewon untuk mengusulkan sensus skala lokal demi menjamin validitas data,” ujar Eko Suwanto, pekan kemarin.
Komisi A memandang bahwa masalah akurasi data kependudukan dapat berdampak langsung pada keikutsertaan warga dalam program bantuan, pemilu, hingga perencanaan pembangunan wilayah. Oleh karena itu, penguatan sistem data di tingkat lokal disebut menjadi hal mendesak.
Evaluasi Layanan dan Kendala Pelaksanaan

Dalam pertemuan dengan jajaran pemerintah Kapanewon Berbah, Panewu Berbah, Djaka Sumarsono, menyampaikan bahwa wilayahnya terdiri dari empat kalurahan dengan total 58.265 jiwa. Pelayanan administrasi kependudukan secara umum berjalan dengan baik, namun masih menghadapi kendala teknis.
Djaka menyebut keterbatasan akses terhadap sistem data real-time milik Disdukcapil dan ketergantungan terhadap jaringan internet menjadi dua tantangan utama. Hal ini mempengaruhi kecepatan dan ketepatan layanan kepada masyarakat.
Beberapa anggota Komisi A turut mengajukan pertanyaan dan masukan terkait pelaksanaan administrasi kependudukan. Arif Kurniawan menyoroti kesiapan sumber daya manusia (SDM) dan sarana prasarana pelayanan. Sofyan Setyo Darmawan menekankan pentingnya pencegahan penyalahgunaan identitas serta perlunya sosialisasi terkait Identitas Kependudukan Digital (IKD) kepada pelajar.
Sementara itu, Yuni Satia Rahayu, anggota Komisi A yang juga mantan Wakil Bupati Sleman, mempertanyakan tingkat kepemilikan KIA di wilayah Berbah serta kemungkinan kerja sama dengan dunia usaha untuk mendorong pemanfaatan kartu tersebut. Ia juga mengangkat persoalan pernikahan dini yang masih terjadi di wilayah tersebut dan menyarankan edukasi serta pendampingan keluarga.
Inovasi Layanan dan Capaian KIA

Pemerintah Kapanewon Berbah melaporkan beberapa inovasi pelayanan administrasi kependudukan yang telah dijalankan, di antaranya:
Jempol Kisanak (Jemput Bola Layanan KIA Anak),
Peluk Masura (Pelayanan Masuk Kalurahan), dan
Gertak Masse (Gerakan Taat Administrasi Kependudukan Masyarakat Sendangtirto).
Menurut Retnosari Palupi dari Jawatan Umum, dari total 13.452 anak di wilayah tersebut, sebanyak 11.968 anak telah memiliki KIA. Capaian ini dinilai berhasil dicapai karena keterlibatan guru TK dan SD dalam kegiatan sosialisasi.
Meski begitu, sejumlah keterbatasan masih dihadapi. Sistem SIAK belum dapat memberikan notifikasi otomatis terkait perubahan usia penduduk, sementara jumlah petugas juga terbatas, terutama untuk kegiatan sosialisasi di luar jam kerja. Selain itu, jaringan internet yang digunakan Kapanewon Berbah masih bergantung pada koneksi dari Kapanewon Kalasan, yang memengaruhi kelancaran layanan daring.
Pentingnya Kolaborasi dan Pembaruan Sistem
Menutup pertemuan, Komisi A menekankan pentingnya kolaborasi lintas jenjang pemerintahan, dari tingkat RT hingga kapanewon, dalam memperkuat sistem administrasi kependudukan. Validitas data disebut menjadi dasar utama bagi kebijakan berbasis kebutuhan riil masyarakat.
“Keterbatasan tidak boleh menjadi alasan. Justru di tengah tantangan, perlu ada semangat pelayanan dan pembaruan sistem agar semua warga punya akses dan hak yang sama,” ujar Eko Suwanto.
Kunjungan kerja ini merupakan bagian dari fungsi pengawasan DPRD DIY untuk memastikan implementasi peraturan daerah berjalan sesuai tujuan, dan pelayanan administrasi benar-benar dapat diakses oleh seluruh warga secara adil dan akurat.