Tapi, bagi konsumen Muslim, kita perlu lebih teliti sebelum menyantap ramen. Menurut Lembaga Pemeriksa Halal dan Kajian Halalan Thayyiban milik Muhammadiyah, tidak semua jenis ramen aman dikonsumsi.
Banyak resep ramen, baik yang autentik Jepang maupun fusion Asia, menggunakan bahan seperti kaldu babi (tonkotsu), mirin, sake, atau kecap Jepang (shoyu) yang difermentasi dengan alkohol. Topping seperti chashu (daging babi), menma (rebung fermentasi), hingga telur marinated (ajitama) juga sering mengandung bahan yang tidak halal. Bahkan ramen instan pun bisa mengandung bahan yang perlu diwaspadai.
Nah, supaya lebih aman, yuk kenali istilah dan komponen yang sering jadi titik kritis kehalalan ramen berikut ini dikutip dari Lembaga Pemeriksa Halal dan Kajian Halalan Thayyiban milik Muhammadiyah.
Jika diperhatikan, titik kritis kehalalan ramen bisa muncul dari beberapa bagian. Kaldu, misalnya, sering menjadi sumber masalah karena banyak varian yang menggunakan bahan haram.
Tonkotsu dibuat dari tulang babi, sementara shoyu atau miso ramen kerap memakai mirin atau sake untuk memperkaya rasa. Kaldu ayam atau sapi pun belum tentu halal jika dagingnya tidak berasal dari sembelihan sesuai syariat atau tercampur bahan terlarang
Bumbu dan saus yang digunakan pun tidak kalah penting untuk dicek. Alkohol masak seperti mirin, sake, atau anggur masak memang digunakan dalam jumlah kecil, tetapi tetap termasuk bahan yang dilarang. Begitu pun dengan kecap Jepang (shoyu) yang bisa mengandung alkohol hasil fermentasi.
Topping juga menjadi bagian yang sering luput dari perhatian. Chashu, bacon, dan guanciale jelas berbahan dasar babi, sementara menma perlu diperiksa proses fermentasinya. Telur marinated yang terlihat sederhana pun kerap menggunakan mirin sebagai perendamnya.
Walaupun mi ramen terlihat aman, versi modernnya kadang mengandung bahan tambahan seperti emulsifier, flavor enhancer, atau enzim dari hewan yang tidak disembelih secara halal. Selain itu, di restoran juga ada risiko kontaminasi silang dari peralatan masak yang digunakan bergantian untuk menu berbahan babi dan nonbabi.
Ramen instan juga tak lepas dari risiko serupa. Bumbu kering atau cair bisa mengandung perisa daging nonhalal atau alkohol, minyak bumbu berpotensi memakai lemak hewani yang dilarang, dan pelapis mi mungkin dibuat dengan bahan penolong nonhalal. Bahkan, pewarna atau perasa sintetis kadang berasal dari proses fermentasi mikroba yang tidak memenuhi standar halal.
Oleh karena itu, langkah terbaik adalah selalu memeriksa label dan sertifikasi halal sebelum membeli atau memesan ramen. Dengan begitu, kita tetap bisa menikmati hangatnya semangkuk ramen tanpa rasa khawatir.