Peristiwa tersebut viral di media sosial setelah beredar rekaman video keluarga pasien yang memaksa dokter melepas masker saat memeriksa pasien. Aksi tersebut menuai kecaman luas dari publik dan dinilai sebagai tindakan yang tidak dapat dibenarkan.
Ketua Badan Hukum Pembela Profesi dan Advokasi (BHP2A) IDI Muba, Zwesty Devi, mengungkapkan pihaknya akan memberikan pendampingan hukum kepada dr. Syahpri, dokter konsultan nefrologi yang menjadi korban.
“Kami akan mengawal proses hukum ini bersama RSUD Sekayu dan Dinas Kesehatan Muba. Langkah pelaporan ke Polres Muba sudah dilakukan dan akan terus kami pantau,” ujarnya, Rabu (13/8/2025).
Zwesty menegaskan, tenaga medis adalah garda terdepan pelayanan kesehatan yang harus mendapat perlindungan, bukan menjadi korban kekerasan.
“Kami berharap peristiwa seperti ini tidak terulang. Dokter harus bisa menjalankan profesinya tanpa rasa takut,” katanya.
Senada, Ketua IDI Muba, Ichsan Nur Hamdan, menuturkan bahwa segala bentuk kekerasan terhadap tenaga kesehatan tidak dapat ditoleransi. Menurutnya, tindakan intimidasi atau penganiayaan tidak hanya merugikan korban secara pribadi, tetapi juga berpotensi mengganggu pelayanan kesehatan publik.
“Tenaga medis harus bekerja dalam suasana yang aman dan kondusif. Jika keselamatan mereka terancam, kepercayaan publik terhadap layanan kesehatan akan terganggu,” tegas Ichsan.
IDI Muba juga mendorong manajemen rumah sakit, pemerintah daerah, dan seluruh pihak terkait untuk memperkuat sistem keamanan di fasilitas kesehatan. Mereka mengajak masyarakat menghormati profesi tenaga medis sesuai Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) dan peraturan yang berlaku.
“Kami berdiri bersama sejawat di RSUD Sekayu dan akan memastikan proses hukum ini berjalan sampai tuntas,” pungkas Ichsan.