REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ekonom senior INDEF, Dradjad Wibowo, menilai, pemblokiran rekening tidak aktif atau dormant oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), sebenarnya merupakan niat baik namun dilakukan dengan cara yang salah.
“Niatnya baik tapi dijalankan dengan cara yang salah karena pakai pendekatan gebyah uyah (pukul rata, Red), dan tanpa koordinasi dengan instansi yang relevan,” kata Dradjad, ketika dimintai tanggapan terhadap pemblokiran rekening dormant, Senin (4/8/2025).
Jika pemblokiran ini dikejasamakan PPATK dengan Badan Intelijen Negera (BIN) atau Polri, Dradjad percaya kebijakan ini bisa dijalankan dengan selektif. “ Rekening yang diblokir adalah yang memang red flag. Tidak hantam kromo,” ungkapnya.
Sebelumnya pemblokiran rekening banyak menuai protes dari masyarakat. Mereka merasa pemblokiran dilakukan tanpa pemberitahuan. Selain itu masyarakat kelas bawah juga khawatir karena rekening yang diblokir tersebut ada di antaranya yang merupakan rekening untuk menerima bantuan sosial hingga menyimpan dana pendidikan anak.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana pun sampai harus menghadap ke Istana pada 30 Juli lalu. Koordinator Humas PPATK, M. Natsir Kongah menjelaskan pertemuan itu memastikan dukungan Prabowo terhadap perlindungan rekening warga Indonesia. Prabowo sepakat bahwa rekening warga harus dijaga dari aksi kriminal.
PPATK memastikan upaya penghentian sementara terhadap rekening dormant masih berjalan. PPATK mensinyalkan pertemuan dengan Prabowo tak berarti langkah itu mesti disetop. "Masih terus berproses. Istilahnya bukan blokir tapi penghentian sementara. Jadi masih terus berlanjut," ujar Natsir.