REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beredar di media sosial anggapan bahwa vaksinasi campak dapat menyebabkan kecacatan pada anak. Anggapan ini menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat, terutama bagi orang tua yang memiliki anak usia dini. Menanggapi isu ini, Guru Besar Fakultas Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Prof Dr dr Edi Hartoyo, Sp.A, Subs.IPT(K), membantah klaim tersebut.
Dalam pernyataannya, dia menegaskan tidak ada bukti ilmiah yang mendukung klaim yang beredar. Ia menjelaskan vaksin campak telah melalui penelitian dan uji klinis yang ketat selama bertahun-tahun sebelum akhirnya digunakan secara massal. "Tidak benar (vaksinasi campak) menimbulkan kecacatan," kata Edi yang juga Ketua Unit Kerja Koordinasi Infeksi Penyakit Tropik Ikatan Dokter Anak Indonesia, saat diskusi daring yang diikuti dari Jakarta, Rabu (27/8/2025).
Vaksin campak, Edi menjelaskan, berisi virus campak yang sudah dilemahkan sehingga ia tidak memiliki kemampuan untuk menyebabkan infeksi berat pada orang yang diberikan vaksin. Vaksin berisi virus campak itu justru bisa merangsang sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit tersebut.
"Jadi, risiko terhadap aktivasi (penyakit) sangat kecil karena virus dilemahkan, otomatis ia tidak virulen, tidak bisa menyebabkan rangsangan penyakit pada orang diimunisasi," kata Edi.
Ketua Satgas Imunisasi IDAI Prof Dr dr Hartono Gunardi, Sp.A, Subs.TKPS(K) menjelaskan, pada beberapa orang vaksin campak bisa memberikan efek seperti demam, namun dalam kategori ringan dan dapat sembuh sendiri. Statistik menyebutkan hanya 5 sampai 15 persen anak yang diimunisasi mengalami demam, atau hanya lima dari 100 anak yang diimunisasi.
Efek samping lainnya setelah vaksinasi adalah ruam, namun hanya 2 persen yang mengalami atau dua dari 100 anak yang diimunisasi. Dahulu, dia menerangkan, sebuah penelitian yang kini dilabeli hoaks, menyebutkan vaksin campak, gondongan dan rubela (campak Jerman) MMR dapat menyebabkan autisme.
Namun, setelah diselidiki, penelitian tersebut hanya dilakukan kepada 12 anak yang diundang ke pesta ulang tahun sang peneliti. Penelitian tersebut sudah ditarik dan dokter yang meneliti dilarang praktik.
Hartono mengatakan kini seluruh negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah melaksanakan imunisasi campak dan rubela MR. "Kelalaian imunisasi malah menimbulkan wabah," kata Hartono.