Menghadapi luka di tubuh adalah satu hal. Tapi terus menyusui seorang bayi di tengah rasa sakit yang luar biasa adalah bentuk cinta tanpa syarat. Itulah yang dialami oleh Nurin, seorang ibu muda yang tetap memberikan ASI eksklusif. Meskipun didiagnosis menderita abses mamae seminggu setelah melahirkan.
Satu minggu pasca-melahirkan, Nurin merasakan payudaranya bengkak dan nyeri. Awalnya ia menduga itu hanya saluran ASI yang tersumbat, sesuatu yang umum terjadi pada ibu menyusui. Namun kondisi justru semakin memburuk. Kulit payudaranya menipis hingga pecah mengeluarkan darah dan cairan putih seperti nanah.
Setelah berkonsultasi dengan konselor laktasi, barulah Nurin mengetahui bahwa ia mengalami mastitis atau abses mamae. Ini adalah infeksi serius di jaringan payudara.
Ia disarankan menjalani USG payudara dan pengobatan antibiotik. Namun saat kondisi tak kunjung membaik dan luka malah bertambah, dokter bedah akhirnya menyarankan tindakan operasi.
Setelah melakukan operasi, luka di payudara kirinya tidak dijahit. Melainkan dibiarkan terbuka, hanya ditutup kasa steril. Setiap dua hari sekali, perawat datang ke rumah untuk mengganti tampon atau kasa sepanjang 1,5 meter atau setara 4-5 gulung kasa medis.
Proses penggantian itu sangat menyakitkan karena kasa lama harus ditarik satu per satu dari dalam luka, sebelum disumpal kembali dengan yang baru.
Meski demikian, Nurin tidak menghentikan pemberian ASI. Bahkan selama perawatan pascaoperasi, ia memilih untuk dirawat bersama bayinya agar tetap bisa menyusui secara langsung.
“Rasanya seperti setengah debus,” tutur Nurin, menggambarkan keberaniannya menyusui dengan luka operasi yang belum pulih.
Kekuatan Cinta Ibu Kalahkan Nyeri yang Tak Terbendung
Setelah operasi, produksi ASI di payudara kirinya menurun drastis. Jika sebelumnya ia bisa memproduksi hingga 100 ml dari masing-masing sisi, kini sisi kiri hanya menghasilkan sekitar 50 ml.
Sebab beberapa jaringan payudara terpaksa diangkat, menyebabkan penurunan kapasitas produksi secara permanen. Namun itu tidak membuatnya menyerah.
“ASI saya tetap cukup. Maliq tumbuh sehat dan tidak pernah minum selain ASI,” kata Nurin.
Kini, Maliq sudah berusia 22 bulan dan masih disusui. Nurin berkomitmen untuk terus memberikan ASI hingga Maliq genap berusia dua tahun.
Bagi Nurin, pengalaman ini mengajarkan pentingnya edukasi menyusui sejak dini. Ia mengaku dulu tidak memahami pentingnya pengosongan payudara. Ia hanya menyusui berdasarkan rasa penuh tanpa memastikan benar-benar kosong, yang akhirnya menyebabkan ASI terjebak dan memicu infeksi.
“New mom wajib ikut kelas menyusui bahkan sebelum melahirkan,” pesannya.
Di balik perjuangan panjangnya, Nurin mengakui bahwa support system memegang peran besar. Suaminya selalu siaga 24 jam selama proses pemulihan. Ibunya dan mertua juga hadir untuk membantu mengurus bayi dan rumah tangga.