Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mendorong pengumpulan royalti penggunaan musik dalam hak cipta oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) transparan.
Supratman mengaku kesulitan untuk mengetahui secara langsung mekanisme pengumpulan royalti di tempat usaha dan penyaluran uang hasil pembayaran royalti oleh LMKN dan LMK lainnya.
"Karena sekarang kita kesulitan, mohon maaf saya buka-bukaan aja, kalau LMKN atau LMKN memungut royalti, pertanyaan saya bagaimana cara mengetahui lagu siapa yang diputar, berapa kali diputar dan apakah lagu yang diputar di sana mereka benar-benar diberi royalti?," katanya di Gedung Kakanwil Kemenkumham Bali, Jumat (8/8).
"Teman-teman yang diberi kewenangan untuk mengumpulkan royalti juga harus transparan kepada publik, siapa yang ditarik, berapa banyak disalurkan ke siapa itu harus jelas," sambungnya.
Berkaca pada hal ini, Supratman berencana mengaudit mekanisme pengumpulan royalti yang dilakukan LMKN dan Selmi. Ini untuk perbaikan sistem yang lebih baik dan transparan.
"Insyaallah bulan depan seluruh dana koleksi yang sudah dilakukan oleh LMK atau LMKN kami akan audit untuk perbaikan sistem. Kita pasti akan melakukan evaluasi secara menyeluruh supaya transparansi itu bisa kita bagikan," katanya.
LMKN adalah badan resmi yang dibentuk pemerintah untuk mengelola royalti musik secara nasional. LMKN bertindak sebagai regulator atau "payung" yang mengawasi seluruh sistem manajemen royalti.
Sedangkan Selmi adalah salah satu LMK (Lembaga Manajemen Kolektif) yang beroperasi di bawah pengawasan LMKN. Tugas Selmi, bersama LMK lainnya, adalah turun langsung ke lapangan untuk mengumpulkan royalti dari para pengguna musik komersial, seperti kafe, restoran, atau tempat hiburan.
Kasus pelanggaran hak cipta penggunaan musik menjadi sorotan saat Direktur PT Mitra Bali Sukses (Mie Gacoan), I Gusti Ayu Sasih Ira, sebagai tersangka. Kasus ini berakhir damai setelah Mie Gacoan membayar royalti sebesar Rp 2,2 miliar untuk pemutaran musik di 65 outlet di Jawa, Sumatera, Bali dan Lombok.
Sejumlah musisi Indonesia juga tengah mengajukan gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi (MK).