Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung memastikan biodiesel 50 (B50) akan diimplementasikan pada 2026. (ilustrasi)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, memastikan biodiesel 50 (B50) akan diimplementasikan pada 2026.
“Kami harapkan untuk implementasi tahun depan, B50 bisa segera dilaksanakan,” ujar Yuliot ketika ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (8/8/2025).
Ia menyampaikan bahwa saat ini pemerintah masih mengevaluasi implementasi B40. Sejauh ini, ia menilai implementasi B40 berada dalam kategori berhasil.
Oleh karena itu, Yuliot optimistis implementasi B50 dapat dimulai pada awal 2026. Sikap tersebut sekaligus memberi kepastian setelah muncul kekhawatiran akan tertundanya program ini karena kendala bahan baku.
Kekhawatiran tersebut sebelumnya disampaikan oleh Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi. Ia menyebut pihaknya masih menghitung kebutuhan dan volume Fatty Acid Methyl Ester (FAME) untuk memproduksi B50.
FAME merupakan bahan bakar nabati yang dihasilkan dari proses transesterifikasi minyak sawit dengan metanol.
Di sisi lain, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan pemerintah berencana mengalihkan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) sebesar 5,3 juta ton untuk Program B50, dari total 26 juta ton CPO yang diekspor Indonesia berdasarkan data 2024.
Mengingat CPO Indonesia menguasai sekitar 65,94 persen pasokan CPO dunia, Amran meyakini penarikan 5,3 juta ton CPO akan menyebabkan kenaikan harga CPO di pasar global. “Kami ekspor tahun lalu 26 juta ton. Kalau kami cabut 5 juta ton, berarti tinggal 21 juta ton. Harganya naik atau turun? Ya, naik,” ujar Amran di Jakarta, Jumat (30/5/2025).
sumber : Antara