REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menerapkan strategi efisiensi dalam operasi udara untuk penanggulangan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di enam provinsi prioritas yang biayanya sangat mahal. Nilainya mencapai ratusan juta rupiah per menit.
Kepala BNPB Suharyanto mengatakan strategi ini penting dilakukan agar anggaran dapat dioptimalkan dalam sekali operasi udara, baik menggunakan pesawat modifikasi cuaca maupun helikopter water bombing hingga patroli udara.
“Kalau dihitung, satu menit penerbangan bisa menghabiskan Rp 300 juta. Jadi, kami harus cermat memilih waktu dan lokasi penerbangan,” ujarnya seusai rapat koordinasi karhutla di Gedung Indonesia Multi Hazard Early Warning System (Ina-MHEWS), Jakarta, Selasa (12/8/2025).
Ia menjelaskan efisiensi dilakukan dengan mengombinasikan operasi modifikasi cuaca dan water bombing menggunakan helikopter atau pesawat berkapasitas lebih kecil ketika titik api masih sedikit.
Sementara itu, tim satuan tugas penyiraman darat yang beranggotakan personel TNI/Polri, Manggala Agni Kementerian Kehutanan, kelompok masyarakat peduli api (MPA), dan tim perusahaan pemegang izin konsesi diminta segera memadamkan titik api berskala kecil sebelum berkembang.
Dalam penanganan karhutla tahun ini, BNPB menyiagakan lebih dari 10 unit pesawat dan helikopter. Di antaranya terdapat satu pesawat operasi modifikasi cuaca (OMC) yang ditempatkan di Provinsi Riau dan telah terbang selama 139 jam 17 menit sejak awal Mei.
Selain itu, BNPB menghentikan sementara operasi modifikasi cuaca di Provinsi Jambi karena tidak ada lagi titik api dalam sepekan terakhir. Helikopter kemudian dipindahkan ke wilayah lain yang membutuhkan, seperti Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat, untuk mengantisipasi potensi kebakaran lahan baru.
Suharyanto menegaskan strategi efisiensi ini tidak berarti mengurangi kesiapsiagaan, tetapi justru menjaga keberlanjutan operasi di seluruh wilayah prioritas tanpa menguras anggaran secara berlebihan.
Hal ini dimungkinkan karena armada udara dapat segera dipindahkan ke lokasi yang membutuhkan dalam waktu kurang dari satu hari, sesuai arahan prediksi cuaca dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
“Prinsipnya, kami ingin cepat, tepat, dan hemat. Dengan pendekatan ini, kami memastikan operasi udara tetap efektif sekaligus memberikan ruang bagi penguatan pasukan darat dan patroli pencegahan di tingkat desa,” kata dia.
sumber : ANTARA