Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, menggelar uji publik terhadap konsep desain rumah subsidi yang diperkecil menjadi 25 meter persegi (m²) untuk luas tanah dan 14 m² untuk luas bangunannya. Ukuran ini lebih kecil dari aturan saat ini dengan luas tanah minimal 60 m² dan luas bangunan minimal 21 m².
Rumah subsidi yang diperkenalkan dirancang dalam dua pilihan tipe, yakni satu kamar tidur dan dua kamar tidur. Untuk luas bangunan 14 m², hanya ada 1 satu kamar tidur. Sementara yang dua kamar tidur memiliki luas bangunan 23,4 m² dan luas tanah 26,3 m².
Maruarar Sirait, yang akrab disapa Ara, mengatakan desain ini merupakan respons terhadap kebutuhan generasi milenial yang menginginkan hunian sederhana, tetapi tetap strategis.
“Bahwa kebanyakan milenial lebih senang rumahnya jangan terlalu jauh dari tempat kerja, dari kota, dan tidak apa-apa (kalau ukurannya di bawah) 60 meter. Tapi yang penting layak huni, dekat transportasi umum,” ujar Maruarar saat menunjukkan display rumah subsidi tersebut di Lobby Nobu Bank, Jakarta Pusat, Kamis (12/6).
Ia menekankan desain rumah subsidi 25 m² ini belum merupakan keputusan final, tetapi akan terus dikembangkan berdasarkan masukan dari publik, termasuk calon penerima, pemangku kepentingan, asosiasi, hingga pengembang rumah.
“(Kalau publik setuju) begitu saya akan coba lanjutkan perjuangan ini. Karena ini belum menjadi keputusan. Ingat ya, (desain rumah) ini belum jadi,” kata Ara.
Menurutnya, kalangan milenial kini cenderung memilih rumah yang lebih kecil tetapi dekat dengan pusat aktivitas. “Milenial juga menginginkan yang lebih simpel, tapi lebih dekat ke (tempat) aktivitas. Itu yang kemudian kita (jadikan) jawaban dari permasalahan,” ujarnya.
Uji publik ini, lanjut Ara, menjadi forum penting untuk menyerap aspirasi dari berbagai pihak. Ia menegaskan pentingnya keterbukaan dalam proses perumusan kebijakan. Ia bahkan menyarankan jika masyarakat tidak sepakat desain ini masuk kategori rumah subsidi, maka proyeknya tetap bisa dijalankan sebagai rumah komersial.
Meski demikian, ia menyadari tidak semua kalangan akan sepakat. “Misalnya ada milenial, nggak setuju Pak. Yang penting 60 meter Pak. Yang penting dua kamar Pak. Saya nggak mau terusin,” ucapnya.
Ara menegaskan desain rumah subsidi seluas 25 m² ini dirancang untuk dibangun di kawasan perkotaan, agar dekat dengan sarana transportasi umum dan fasilitas pendukung lainnya.
Sebelumnya, pemerintah berencana menurunkan batas minimal luas tanah dan bangunan untuk rumah subsidi, dengan acuan kebijakan serupa di China, Turki, Meksiko, Brasil, India, Filipina, dan Malaysia.
Rencana tersebut tercantum dalam draf Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025 yang menetapkan batas minimal luas tanah rumah subsidi menjadi 25 meter persegi hingga maksimal 200 meter persegi, serta luas lantai minimal 18 meter persegi dan maksimal 36 meter persegi.