Warga Kota Cirebon, Jawa Barat, yang tergabung dalam Paguyuban Pelangi Cirebon kembali menggelar pertemuan untuk menolak kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang mencapai 1.000 persen.
Pertemuan tersebut berlangsung pada Selasa (12/8/2025) di salah satu hotel di Jalan Raya Siliwangi, Kota Cirebon. Dalam forum itu, mereka kembali menyuarakan tuntutan utama yang sudah digaungkan sejak awal tahun, yakni pembatalan kenaikan PBB dan pencabutan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 yang menjadi dasar kenaikan tersebut.
Koordinator Paguyuban Pelangi, Hendrawan Rizal, mengatakan berdasarkan pengalaman pribadinya, sebelum kenaikan PBB dia membayar sebesar Rp 6,4 juta. Namun setelah PBB naik, dia harus membayar Rp 63 juta.
“Kami harap Bapak Wali Kota yang sekarang dapat menyelesaikan masalah ini yang diwariskan dari pemerintahan sebelumnya,” kata Hendrawan saat dikonfirmasi wartawan, Rabu (13/8).
Hendrawan mengungkapkan dalam pertemuan bersama paguyuban itu disepakati empat tuntutan utama yang ditujukan kepada Pemerintah Kota Cirebon:
Paguyuban Pelangi Cirebon memberi tenggat waktu satu bulan kepada Wali Kota untuk merespons tuntutan mereka. Jika tidak ada tindakan konkret, aksi unjuk rasa dalam skala besar akan digelar dalam waktu dekat.
Jangan Sampai Rakyat Berutang buat Bayar PBB
Sementara itu, juru bicara Paguyuban Pelangi, Hetta Mahendrati Latu Meten, menyebut jangan sampai kenaikan PBB hingga 1.000 persen justru membuat rakyat malah terlilit utang.
“Jangan sampai masyarakat menjual barang atau berutang hanya untuk membayar PBB. Ini bisa menjerumuskan rakyat ke jurang kemiskinan,” ucap Hetta.
Inspirasi dari Warga Pati
Ia juga mengungkapkan bahwa perjuangan warga Cirebon terinspirasi dari warga Pati, Jawa Tengah, yang berhasil membatalkan kenaikan PBB sebesar 250 persen.
kumparan mengkonfirmasi hal ini kepada Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kota Cirebon H. Mastara. Namun dia mengatakan akan memberikan penjelasan nanti.
"Nanti ya saya jelasin," katanya.