Wahana Musik Indonesia (WAMI) sebagai salah satu Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) di Indonesia, menegaskan penggunaan lagu dalam acara pernikahan tetap dikategorikan membayar royalti.
Head of Corporate Communications & Memberships WAMI, Robert Mulyarahardja, menyebut tarif royaltinya yakni sebesar dua persen dari biaya produksi musik.
"Ketika ada musik yang digunakan di ruang publik, maka ada hak pencipta yang harus dibayarkan. Prinsipnya seperti itu," kata Robert saat dikonfirmasi, Selasa (12/8).
"Untuk musik live yang tidak menjual tiket, seperti acara pernikahan, tarifnya dua persen dari biaya produksi musik (sewa sound system, backline, fee penampil, dll)," jelas dia.
Ia menyebut, pihak yang menanggung pembayaran adalah penyelenggara acara, bukan musisi atau pengisi hiburan. Dalam hal pernikahan, maka biaya royalti dibebankan kepada wedding organizer atau pun yang punya hajat.
"Betul, penyelenggara acaranya [yang membayar royalti]," ucap dia.
"Dibayarkan kepada LMKN, beserta dengan data penggunaan lagu (songlist) dari acara tersebut," paparnya.
Kemudian, kata Robert, pembayaran tersebut disalurkan LMKN kepada LMK yang berada di bawah naungan LMKN.
"Pembayaran ini kemudian disalurkan LMKN kepada LMK-LMK yang berada di bawah naungan LMKN, dan kemudian LMK menyalurkan royalti tersebut kepada komposer yang bersangkutan," ujar dia.
Robert belum menjelaskan mekanisme penghitungannya apakah royaltinya itu 2 persen itu per lagu yang dibawakan atau keseluruhan dari penampilan band itu.