
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (Demul) melarang sekolah di Jawa Barat untuk memberikan PR (Pekerjaan Rumah) kepada siswanya. Ini adalah sejumlah wacananya untuk pelajar, selain pemberlakuan jam malam, dan mengirim siswa bermasalah ke barak militer.
Menurutnya, kebanyakan PR yang diberikan kepada siswa dikerjakan oleh orang tua, sehingga kurang efektif dalam pelaksanaannya.
“Kami hari ini mengeluarkan surat edaran itu, larangan membuat PR bagi guru untuk siswa-siswanya. Kenapa itu dilakukan? Pertama, selama ini PR-PR yang dibuat ke rumah itu dikerjakan oleh orang tuanya, jadi tidak efektif dibuat PR," kata Dedi di Gedung Pakuan, Bandung, Jabar, Rabu (4/6).

Selain itu, Demul merasa anak-anak perlu rileks ketika berada di rumah. Ia punya tujuan untuk menekan angka depresi di kalangan pelajar.
"Yang keduanya, membuat rileks anak-anak ketika di rumah. Saya pengin anak-anak di rumah itu baca buku dengan rileks, bermusik, berolahraga, membantu orang tuanya punya warung, punya toko, ke sawah, ke kebon, sehingga menjadi mereka produktif, tetapi ada batasan: Mereka tidak bisa keluar di atas lebih dari jam 9 (malam)," ujar Demul.
Selain Larang PR, Demul Minta Sekolah Dimulai Jam 06.30 WIB
Selain pelarangan tugas sekolah, Dedi juga menerapkan jam masuk sekolah mulai pukul 06.30 WIB dengan Sabtu dan Minggu libur. Jam masuk ini berlaku pada tingkat PAUD hingga SMA dan akan mulai pada tahun ajaran mendatang.
“Mulai Tahun Ajaran Baru. Jadi Tahun Ajaran Baru masuk sekolahnya jam 6.30 (WIB). Kenapa jam 6.30 (WIB)? Karena itu kompensasi dari hari Sabtu yang libur. Jadi hari Sabtu yang libur daripada mereka terlalu siang kan lebih baik, lebih pagi agar pulangnya tidak terlalu siang,” kata Dedi.

Tapi, rencana Demul ini mendapat sorotan dari DPR RI. Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani meminta agar Demul meninjau kembali rencana ini.
Ia minta Demul berkaca dari Provinsi Nusa Tenggara Timur yang pernah menerapkan kebijakan siswa masuk pukul 06.00 WIB.
“Pengalaman serupa pernah diterapkan di Nusa Tenggara Timur (NTT), di mana kebijakan masuk sekolah pukul 5 pagi, juga mendapat banyak kritik,” kata Lalu Hadrian saat dihubungi, Selasa (3/6).
“Evaluasi menunjukkan bahwa siswa mengalami gangguan kesehatan karena kurang tidur, meningkatnya risiko keselamatan saat perjalanan subuh hari, dan tidak adanya kajian akademik yang kuat sebagai dasar kebijakan,” katanya.

Lalu Hadrian mengingatkan saat itu Ombudsman RI menilai kebijakan Pemprov NTT terlalu tergesa-gesa dan tidak melalui kajian dan melibatkan partisipasi publik. Ia khawatir, Pemprov Jabar hanya akan mengulang kesalahan yang sama.
“Jika diterapkan di Jabar tanpa pendekatan berbasis data dan konteks lokal, risiko serupa bisa kembali terjadi,” kata dia.
Uji coba ini, menurutnya, juga harus melibatkan seluruh stakeholder. Baik dari infrastuktur transportasi umum perkotaan, jarak tempuh siswa dari rumah ke sekolah maupun kemampuan orang tua.
“Karena itu, sebelum kebijakan ini dijalankan, perlu ada uji coba terbatas yang melibatkan sekolah-sekolah yang benar-benar siap dari sisi infrastruktur, jarak tempuh siswa, dan dukungan orang tua,” tuturnya.