REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pagelaran Sabang Merauke: The Indonesian Broadway kembali hadir tahun ini. Di balik pertunjukkan yang akan hadir selama dua hari, terdapat proses persiapan yang panjang dan penuh tantangan.
Sutradara, Rusmeidi Agus, mengungkapkan proses ini dimulai bahkan sejak tahun lalu. “Kami mengonsep tema tahun ini yaitu dua hari sejak berakhirnya pagelaran dengan tema pahlawan Nusantara tahun lalu,” katanya, Senin (4/8/2025).
Salah satu tantangan utama datang dari sisi musikal. Elwin Hendrijanto, selaku direktur musik menjelaskan proses penyusunan musik dimulai dari sesi briefing intensif dengan sutradara yang menjabarkan detail karakter dan suasana tiap cerita.
Tantangan muncul ketika harus menciptakan komposisi yang sesuai dengan narasi, sekaligus tetap bisa menyatu dengan karakter vokal penyanyi yang sangat beragam. “Ilmu dari musik budaya itu sangat luas, belum lagi orkestra yang klasik, operatik, romantik, dan penyanyi yang berbeda-beda karakternya. Tantangannya adalah bagaimana membuat musik yang tetap pas bagi penyanyinya, tapi juga mampu membentuk karakter sesuai cerita dari Hikayat Nusantara,” ujarnya.
Tak kalah kompleks, dari sisi orkestra, konduktor Avip Priatna berusaha menerjemahkan aransemen kompleks itu ke dalam bahasa orkestra. Menyatukan orkestra modern dengan alat musik tradisional bukan perkara mudah.
“Musik orkestra dan musik tradisi adalah dua hal berbeda, tapi bisa saling mendukung. Tantangannya adalah bagaimana saya menyampaikan ke orkestra bahwa bunyinya harus seperti ini, sesuai dengan warna yang diinginkan,” jelasnya. Ia menambahkan, proses ini membutuhkan sensitivitas tinggi agar kekayaan warna suara bisa sampai dan menyentuh penonton.
Sementara itu, Dunung Basuki, maestro musik tradisional Indonesia, mengungkap tantangan tersendiri saat menggabungkan lebih dari 50 jenis alat musik tradisional dari berbagai daerah. Salah satu momen paling sulit menurutnya adalah saat harus mengolah lagu “Mahadewi” yang dikembangkan dalam irama 6/8.
“Di Jawa tidak ada irama 3/4 atau 6/8. Saat ditantang untuk mengaransemen seperti itu, kami butuh waktu untuk merenung, tiga hari, empat hari, bahkan sampai seminggu. Akhirnya kami sepakat membuat aransemen dalam 6/8,” katanya.
Meskipun banyak bereksperimen, Dunung tetap menekankan prinsip utama dalam proses kreatif ini adalah menjaga akar tradisi dan tidak menghilangkan norma-norma budaya.
Tantangan dari sisi pertunjukan juga tak kalah besar. Sutradara Rusmedie Agus harus meramu 350 penari dengan 12 koreografer dalam skala produksi yang dinamis. “Setiap hari kami berdiskusi. Proses pemilihan lagu sangat intens, dan selalu berkembang seiring latihan. Ini kolaborasi besar yang membutuhkan semangat dan fleksibilitas tinggi,” ujarnya.
Kolaborasi ini tidak hanya terjadi di ruang latihan, tetapi juga dalam sinkronisasi antara musik, visual, cerita, dan gerak.
Dari sisi penyanyi, Fadli, anggota Padi Reborn, juga mengungkapkan tantangannya dalam tampil diiringi orkestra. “Ya, biasanya kami tampil pop-rock, namun sekarang tampil diiringi orkestra, paduan suara, dan lainnya,” ujarnya.
Yura Yunita juga menambahkan bahwa pagelaran kali ini sungguh menantang, dengan cerita dan musiknya yang sangat ekspresif. “Aku banyak diskusi juga dengan semuanya tentang bagaimana untuk menyesuaikan vokal ekspresiku,” ujarnya.
Mengusung tema "Hikayat Nusantara", pagelaran yang akan berlangsung pada 23–24 Agustus 2025 di Indonesia Arena Senayan ini menampilkan cerita rakyat dari berbagai daerah di Indonesia yang dihidupkan melalui musik, tari, busana etnik, dan visual panggung megah.