INFO TEMPO - Tak banyak ilmuwan yang melintasi disiplin ilmu, dari biokimia hingga hukum, dari laboratorium NASA hingga ruang kuliah hukum di Jakarta. Prof. Dr. Raymond R. Tjandrawinata adalah pengecualian itu.
Nama Prof. Dr. Raymond R. Tjandrawinata kini kian mengemuka setelah pada 2025 terpilih sebagai Full Member Sigma Xi, The Scientific Research Honor Society -organisasi ilmiah internasional yang telah menaungi lebih dari 200 penerima Nobel. Bagi Indonesia, pencapaian ini bukan sekadar pengakuan personal, melainkan simbol kehadiran putra bangsa di forum ilmiah tertinggi dunia.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Perjalanan Akademik: dari Molekul Hingga Kebijakan Publik
Raymond meniti jejak akademik dari MS dan PhD di bidang biokimia dan biologi molekuler kesehatan, lalu melanjutkan postdoctoral fellowship di UC San Francisco School of Medicine. Di sana, ia menekuni farmakologi molekuler senyawa turunan prostaglandin sebagai obat onkologi.
Pengalaman risetnya bahkan merambah NASA, meneliti osteoporosis tulang manusia di ruang angkasa. Namun, ia sadar, sains saja tak cukup. Maka, ia menempuh jalur interdisipliner dengan mendalami ekonomi kesehatan di UC Berkeley, yang memberinya pemahaman tentang pembiayaan, efisiensi sistem, dan alokasi sumber daya kesehatan nasional.
Tak berhenti di situ, ia menekuni hukum -dari Magister di IBLAM, kini menapaki Doktor Hukum di Universitas Pelita Harapan, dengan minat utama pada hukum kesehatan, kekayaan intelektual, dan kesejahteraan sosial. Bahkan, horizon etis ia lengkapi lewat Master of Advanced Studies in Theology (Domuni Universitas, Prancis), menegaskan keyakinannya bahwa hukum dan sains mesti beroperasi di bawah horizon etika.
OMAI dan Kemandirian Farmasi Indonesia
Selama lebih dari dua dekade, Raymond berkiprah di Dexa Group sebagai Direktur Business Development dan Scientific Affairs. Dari sanalah lahir puluhan Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) -hasil riset yang mengawinkan biodiversitas nusantara dengan standar biomedis global.
OMAI bukan hanya produk farmasi, melainkan strategi kemandirian bangsa. “Kesehatan masyarakat tak bisa diserahkan pada impor. Kita harus berdikari,” tegasnya dalam berbagai forum.
Penghargaan Bergengsi dan Jejak Global
Pencapaian akademiknya diakui luas. Ia pernah menerima Habibie Award in Medicine and Biotechnology, WIPO Medal for Inventor Award, serta masuk dalam daftar Top 100 Medical and Health Sciences Scientists Indonesia versi AD Scientific Index. Dalam indeks nasional SINTA, ia juga dinobatkan sebagai Best Researcher in Science and Technology.
Kini, dengan status Full Member Sigma Xi , Raymond berdiri sejajar dengan ilmuwan dunia, menempatkan Indonesia dalam percakapan global tentang kesehatan, regulasi farmasi, dan keadilan sosial.
Membangun Hukum Kesehatan yang Berkeadilan
Fokus riset hukumnya mengerucut pada dua ranah, yakni hukum kesehatan dan hukum kekayaan intelektual. Ia menyoroti keberlanjutan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), tata kelola BPJS, akses obat, hingga fleksibilitas paten dalam kerangka TRIPS.
Di bidang paten, Raymond mengusulkan sistem hukum adaptif: menyeimbangkan hak eksklusif pemilik paten dengan kepentingan publik agar akses obat tetap terbuka. “Paten harus dilihat bukan hanya perlindungan individu, tapi alat kebijakan publik,” ujarnya.
Visi: Indonesia dalam Panggung Ilmiah Dunia
Visi jangka panjang Raymond sederhana namun ambisius: membangun kerangka hukum dan kebijakan kesehatan yang adaptif, etis, dan berpihak pada kesejahteraan sosial.
Dengan bekal lintas disiplin — sains, hukum, ekonomi, dan teologi — ia ingin menempatkan Indonesia sebagai aktor aktif dalam percakapan internasional mengenai hak atas kesehatan.
“Ilmu pengetahuan dan hukum harus kembali pada tujuan dasarnya: memberi keadilan dan kesehatan bagi semua,” kata Raymond, yang kini juga aktif sebagai profesor kehormatan di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.
Tentang Sigma Xi
Sigma Xi, The Scientific Research Honor Society, adalah organisasi ilmuwan dan insinyur internasional dengan lebih dari 200.000 anggota sejak berdirinya. Organisasi ini menilai keanggotaan penuh berdasarkan prestasi riset yang signifikan, termasuk publikasi ilmiah, paten, serta kontribusi akademik. Beberapa nama besar yang pernah menjadi anggota Sigma Xi antara lain Albert Einstein, Linus Pauling, Francis Crick, dan James Watson.
Dengan rekam jejak yang merajut sains, hukum, dan kebijakan publik, Prof. Dr. Raymond R. Tjandrawinata menghadirkan teladan baru. Sosok ilmuwan yang tak hanya bekerja di laboratorium, tetapi juga di ruang sidang hukum dan forum kebijakan internasional. (*)