REPUBLIKA.CO.ID, SUMENEP -- Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Sumenep, Jawa Timur terus berupaya mencegah praktik pernikahan dini atau menikah di bawah umur di wilayah itu melalui program Gerakan Lajang Indonesia Anti Tergesa Nikah (Geliat).
Kepala Kemenag Sumenep Abdul Wasid di Sumenep, Senin, mengatakan selain sebagai bentuk tanggungjawab institusi, program itu juga untuk membentuk generasi muda bangsa melalui pendidikan dan kesehatan yang optimal.
"Program 'Geliat' ini diharapkan menjadi inisiatif jangka panjang yang mampu memutus rantai pernikahan dini serta meningkatkan kualitas generasi muda di Sumenep," katanya.
Ia menuturkan berdasarkan hasil pemetaan yang dilakukan Kemenag bersama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep, praktik menikah dini selalu searah dengan kualitas hidup masyarakat. Ia mencontohkan kasus stunting atau gizi buruk.
"Umumnya, anak-anak yang mengalami gizi buruk adalah anak dari keluarga yang menikah dalam keadaan belum cukup dari segi umur dan pendidikan," katanya.
Berbeda, sambung dia, dibanding dengan anak-anak dari keluarga yang sudah cukup secara umur dan pendidikan.
"Ini terjadi, karena pasangan yang menikah dalam usia cukup, baik segi umur dan pendidikan, pasti memiliki bekal pengetahuan yang cukup dalam membina rumah tangga," katanya.
Sementara itu, di Kabupaten Sumenep, warga yang menikah di usia dini masih tergolong tinggi.
Hal itu berdasarkan data pengajuan dispensasi nikah kepada Pemkab Sumenep.
Pada tahun 2022, tercatat sebanyak 313 orang mengajukan dispensasi nikah dan pada 2023 sebanyak 269 orang, sedangkan pada 2024 sebanyak 212 orang.
"Meski data ini mengalami penurunan, bagi kami jumlah ratusan itu masih tinggi, sehingga perlu upaya serius yang harus kami lakukan untuk menekan kasus pernikahan dini tersebut," kata Abdul Wasid.
sumber : Antara