Anggota DPD RI asal Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Hilmy Muhammad (Gus Hilmy), mempertanyakan penanganan hukum terhadap lima orang pemain judi online yang ditangkap Polda DIY karena mengakali promo sehingga merugikan bandar. Ia menilai proses hukum dalam kasus ini tidak selaras dengan prinsip keadilan dan logika hukum.
“Ini janggal. Yang dilaporkan adalah kerugian dari sistem yang jelas-jelas ilegal, yaitu platform judi online. Tapi yang ditangkap justru lima orang pengguna yang katanya merugikan bandar. Pertanyaannya, mengapa situsnya tidak ditindak? Dan siapa sebenarnya pelapornya?” ujar Gus Hilmy, Kamis (7/8).
Kasus ini bermula dari laporan kerugian senilai Rp477 juta dari pihak situs judi online. Namun, Polda DIY menyatakan bahwa pelapor bukanlah bandar dan tidak memiliki keterkaitan dengan sindikat. Pernyataan ini dinilai belum menjawab inti persoalan.
“Kalau pelapor tahu itu judi online, berarti ia juga bagian dari sistem ilegal itu. Mengapa justru dianggap sebagai korban? Ini logika hukum yang terbalik. Pelapor juga harus diperiksa. Ini bukan penegakan hukum, ini pembiaran terhadap kejahatan berjaringan, tajam ke bawah tumbul ke bandar,” lanjutnya.
Gus Hilmy menegaskan bahwa seluruh pihak yang terlibat dalam praktik judi online berada dalam lingkaran tindak kriminal, termasuk pelapor kerugian.
“Membantu kejahatan adalah kejahatan. Kalau seseorang mengoperasikan atau bahkan hanya melaporkan kerugian dari bisnis kriminal, maka ia tetap bagian dari jaringan kriminal itu. Tidak bisa dipisah-pisahkan sesuai kepentingan,” ujarnya.
Menurut Pengasuh Pondok Pesantren Krapyak itu, hukum akan tampak tidak adil jika hanya menyentuh pengguna kecil tanpa menyentuh jaringan besar di balik situs judi.
“Bayangkan kalau ada bandar narkoba yang lapor ke polisi karena ditipu kurirnya, lalu yang ditangkap hanya kurirnya, bandarnya dibiarkan. Ini contoh absurditas hukum yang tidak boleh terjadi dalam kasus judi online,” tambahnya.
Ia menekankan agar penegakan hukum dilakukan menyeluruh dengan menutup situs, melacak aliran uang, menelusuri pengelola situs, dan memeriksa seluruh pihak yang terlibat.
“Kasus ini tidak boleh berhenti di lima nama yang ditangkap itu saja. Situsnya harus ditutup, pengelolanya dicari, pelapor juga harus diperiksa. Kalau tidak, kita harus bertanya: siapa sebenarnya yang sedang dilindungi dalam kasus ini? Mari kita awasi bersama,” pungkas Gus Hilmy.
Sebelumnya, Kasubdit V/Siber Ditreskrimsus Polda DIY, AKBP Slamet Riyanto, mengatakan bahwa penggerebekan markas judol itu bermula dari adanya laporan masyarakat yang melihat adanya aktivitas mencurigakan di sebuah rumah kontrakan di Plumbon, Banguntapan, Bantul.
”Informasi awal berasal dari warga yang melihat dan mendengar bahwa ada aktivitas mencurigakan dari para pelaku. Informasi tersebut dikembangkan oleh kami yang bekerja sama dengan intelijen, kemudian kami tindaklanjuti secara profesional,” kata Slamet dalam keterangan persnya, Rabu (6/8).
Sementara itu, Ketua RT 11 Plumbon, Sutrisno, mempertanyakan mengenai keterangan yang menyebut bahwa pengungkapan kasus tersebut berawal dari adanya laporan masyarakat. Pasalnya, kata dia warganya tak ada yang mengetahui adanya aktivitas perjudian di lokasi tersebut.
“Jadi kalau di konferensi pers Polda ...