
Wilayah Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Riau, terus mengalami penyusutan dari tahun ke tahun. Dalam beberapa tahun terakhir, sudah 69 ribu wilayahnya tergerus.
Hal itu diungkap oleh Jaksa Agung sekaligus Wakil Ketua I Pengarah Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH), ST Burhanuddin dalam rapat di Gedung Utama Kejaksaan Agung, Jumat (13/6) lalu.

Burhanuddin mengungkapkan, TNTN semula memiliki luas sekitar 81.793 hektare pada 2014 lalu. Namun kini, luasnya hanya tersisa 12.561 hektare.
“Hal ini disebabkan oleh perambahan hutan yang merusak ekosistem dan fungsi hutan sebagai rumah satwa serta paru-paru dunia,” kata Burhanuddin dalam keterangannya, dikutip Jumat (20/6).
Munculnya Lahan Sawit Ilegal hingga SHM

Burhanuddin memaparkan, ada sejumlah penyebab tergerusnya wilayah TNTN. Salah satunya, muncul banyak perkebunan sawit ilegal.
Hal ini menjadi masalah yang kompleks lantaran perkebunan sawit tersebut menjadi sumber utama perekonomian masyarakat sekitar.
Tak berhenti di sana, Burhanuddin menjelaskan, ada pula sejumlah Sertifikat Hak Milik (SHM) yang terbit di wilayah hutan TNTN. Diduga, penerbitan itu dilatarbelakangi adanya dugaan korupsi.
Selain itu, warga yang tinggal di wilayah TNTN mengantongi Surat Keterangan Tanah (SKT) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) palsu.
Di lingkungan TNTN juga telah terbangun sarana dan prasarana pemerintah. Mulai dari tiang listrik, tempat ibadah, bahkan sekolah.
Hal ini lantas menimbulkan masalah baru, yakni terciptanya konflik antara masyarakat yang tinggal di sana dengan satwa langka -- gajah, harimau, dan sebagainya.
Kuasai Kembali 1 Juta Hektare

Burhanuddin membeberkan, saat ini pihaknya melalui Satgas PKH tengah berupaya mengembalikan fungsi TNTN. Dari berbagai upaya yang telah dilakukan, total 1.019.611,31 hektare lahan telah kembali dikuasai pada 2 Juni 2025.
Ia menekankan, permasalahan ini perlu campur tangan dari pihak-pihak lainnya. Pasalnya, masalah ini tak hanya menyangkut masalah lingkungan hidup, melainkan juga ekonomi dan sosial masyarakat.