REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebut Indonesia telah menyelesaikan tiga perjanjian dagang dengan Kanada, Eurasia, dan Tunisia. Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (Dirjen PPI) Kemendag Djatmiko Bris Witjaksono mengatakan, Indonesia–Canada Comprehensive Economic Partnership Agreement (ICA–CEPA), Indonesia–Eurasian Economic Union Free Trade Agreement (I–EAEU FTA) atau Eurasia, dan Indonesia–Tunisia Preferential Trade Agreement (IT–PTA) sudah rampung, namun belum ditandatangani.
"Yang sudah selesai tapi belum ditandatangani, tetapi akan ditandatangani tahun ini adalah Kanada, Eurasia atau EAEU, Eurasian Economic Union, itu gabungan antara Rusia, Belarus, Kazakhstan, Kyrgyzstan, dan Armenia. Kemudian ada Tunisia PTA dengan kawasan Afrika Utara," ujar Djatmiko di Jakarta, Selasa (12/8/2025).
Lebih lanjut, Djatmiko mengatakan Tunisia memiliki keunggulan sebagai pembuka akses pasar untuk kawasan Afrika seperti Maroko, Libya, Mesir, hingga Aljazair.
"Kita melihat Tunisia punya potensi untuk membangun infrastruktur perjanjian perdagangan. Tapi memang dengan Tunisia ini masih PTA, preferential trade agreement. Jadi masih belum penuh seperti FTA ataupun CEPA," katanya.
Djatmiko menambahkan, Indonesia juga tengah menyelesaikan Indonesia–European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU–CEPA). Ia berharap perundingan dapat rampung dalam beberapa pekan ke depan.
Pemerintah menargetkan penandatanganan IEU–CEPA pada September 2025.
"Nanti EU berikutnya, belum selesai. Kita akan coba selesaikan. Pak Presiden sudah mengumumkan ada kesepakatan politis untuk menyelesaikannya segera tahun ini. Mudah-mudahan dalam beberapa minggu ke depan benar-benar bisa kita tuntaskan," ujar Djatmiko.
Terkait CEPA Indonesia–Peru, Djatmiko menyampaikan perjanjian tersebut baru saja ditandatangani dan saat ini memasuki tahap ratifikasi sebelum diundangkan.
Proses ratifikasi akan dibahas di DPR bersama kementerian/lembaga terkait untuk kemudian dibentuk rancangan undang-undang.
"Kurang lebih hampir 12 bulan. Mudah-mudahan bisa cepat, dan tim ini akan mengawal proses ratifikasi. Kita bergerak cepat," katanya.
sumber : ANTARA