Kompetisi Super League 2025/2026 akan resmi dibuka oleh pertandingan antara Persebaya Surabaya versus PSIM Yogyakarta di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya, Jumat (8/8) malam.
Dalam laga tersebut Persebaya akan mengenakan jersey terbarunya. Jersey ini secara khusus dipersiapkan untuk mengarungi Super League (Liga 1) musim 2025-2026. Tidak seperti kebanyakan klub lain, Persebaya tak hanya merilis jersey home and away. Musim ini Persebaya menyiapkan empat jersey sekaligus.
Dari empat jersey itu, dua jersey sudah diperkenalkan ke publik. Yakni jersey home dan away. Sementara jersey ketiga (alternate) dan fourth (keempat) masih dirahasiakan.
Selalu ada filosofi di balik jersey Persebaya. Tahun ini jersey home dan away mengusung pesan multikultural. Mengajak siapa pun pemilik jersey ini untuk mengenal Surabaya lebih dekat.
"Bagi orang luar, Surabaya selama ini terkenalnya sebagai Kota Pahlawan. Padahal, ada nilai-nilai positif lain yang selama ini berkembang sejak lama di Surabaya dan itu menjadi ciri khas kota ini, yakni semangat multikultural," ujar Arif Rahman Hakim, manajer Persebaya Store, Jumat (8/8).
Ya, Surabaya sejak dulu memang menjadi hub berbagai suku bangsa di Indonesia. Berbagai budaya, suku, agama, bahasa, dan adat istiadat ada di Surabaya. Mereka hidup rukun berdampingan di Surabaya. Merekalah yang kemudian membuat kota ini dijuluki Kota Pahlawan.
Lah, kok bisa? Coba dengarkan lagi pekik pidato Bung Tomo ketika mengajak warga Surabaya bergerak bersama melawan kedatangan Sekutu, yang berujung pada tewasnya Jenderal Mallaby.
Dalam pidato itu, Bung Tomo tak hanya memanggil Arek-Arek Suroboyo dalam melawan penjajah. Tapi Bung Tomo juga mengajak kumpulan Pemuda Maluku, Sulawesi, Sumatera, Bali hingga Aceh yang tinggal di Surabaya untuk bersama-sama mengusir penjajah.
Nah, semangat multikultural itulah yang ingin terus digelorakan lewat sepak bola. Apalagi di Surabaya selama ini ada klub internal yang diisi banyak anak-anak muda dari berbagai suku bangsa.
Terlebih lagi, Bonek -pendukung Persebaya- selama ini dikenal sangat terbuka pada suporter-suporter sepak bola lain di Indonesia. Buktinya, mereka seringkali mau berbagi tribun di Gelora Bung Tomo ketika Persebaya menggelar laga home. Bukan hanya berbagi tribun, tapi persahabatan juga dijalin Bonek dengan saling menjemput dan mengawal hingga para suporter tamu itu kembali ke kotanya. Nah, semangat multikultural itu tergambar dalam pattern desain jersey home dan away Persebaya musim ini.
Ada pattern-pattern khas dari beberapa unsur masyarakat Surabaya di jersey itu. Ada pattern khas Suroboyo (Indonesia), Tionghoa, Eropa, dan Arab.
Pattern Suroboyo atau Indonesia digambarkan lewat desain bentuk daun semanggi. Sementara keberadaan masyarakat keturunan Eropa digambarkan lewat desain ornamen Medieval. Lalu jangan lupa di jersey itu juga ada pattern Arab. Menggambarkan komunitas Arab yang selama ini banyak tinggal di kawasan sekitar Ampel. Terakhir, ada pattern Tionghoa yang melambangkan kemakmuran. Selama ini etnis Tionghoa di Indonesia begitu bisa membaur dengan warga. Lihat saja di kampung-kampung lawas di Suroboyo. Kehidupan harmonis itulah yang membuat Surabaya tetap aman ketika terjadi pergolakan antaretnis di berbagai daerah di Surabaya.
Selain itu, yang membuat beda jersey Persebaya musim ini adalah bahan. Jersey Persebaya musim ini benar-benar disiapkan untuk menunjang performa para pemainnya.
“Jersey kami tahun ini sangat unggul dalam sisi performa,” kata Hakim.
Menurut Hakim, Persebaya musim ini punya impian tertinggi dengan style permainan yang kembali diidamkan. Dari sanalah kemudian tuntutan fisik pemain jadi jauh lebih tinggi.
“Tuntutan performance jersey pun tentu ikut lebih tinggi,” katanya.