MANTAN Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mohammad Mahfud Mahmodin atau yang akrab disapa Mahfud Md menilai pengibaran bendera Jolly Roger dari serial anime asal Jepang One Piece menjelang HUT RI ke-80 bukan bentuk pidana. Mahfud pun meminta pemerintah untuk bersikap bijak ketika menanggapi aksi pengibaran bendera One Piece itu.
Guru Besar Hukum Tata Negara itu berpendapat bahwa pengibaran bendera dari serial animasi tersebut merupakan ekspresi protes warga. “Sebelum bicara soal hukumnya, saya melihat secara politis memang ada kekecewaan sebagian masyarakat,” ucap Mahfud dalam siniar yang disiarkan melalui kanal YouTube resminya, dikutip pada Rabu, 6 Agustus 2025. Mahfud sudah mengizinkan Tempo mengutip pernyataannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mahfud menuturkan, aturan mengenai atribut negara, termasuk soal bendera, sebetulnya termaktub dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Pasal 24 huruf a menyatakan setiap orang dilarang merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan bendera Merah Putih.
Lalu, Pasal 66 secara spesifik mengatur sanksi atas pelanggaran terhadap larangan itu. Menyitir beleid tersebut, orang yang melanggar aturan itu dapat “dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.”
Ihwal tindakan pengibaran bendera One Piece, Mahfud mengatakan, "Saya memaklumi. Saya tidak anggap itu tindak pidana."
Ia menggarisbawahi aturan pidana atas tindakan yang tercantum dalam undang-undang itu dijatuhkan bila dilakukan dengan maksud penghinaan. Menurut Mahfud, untuk memidanakan pengibaran bendera One Piece, perlu dicari terlebih dahulu mens rea atau niat jahatnya.
Sementara niat menghina bendera Merah Putih dalam konteks pengibaran bendera One Piece pun sulit dibuktikan. “Apa maksud dia sebenarnya? Punya mens rea atau tidak ketika melakukan itu? Sehingga kalau bicara ancaman hukuman, bisa iya, bisa tidak,” kata Mahfud.
Mahfud memaklumi ekspresi protes warga itu. Namun demikian, Mahfud mengaku tidak setuju. “Artinya terlalu kasar menyejajarkan bendera itu dengan Merah Putih atau meletakkan di bawahnya, seakan-akan Merah Putih sudah negara perompak. Saya tidak setuju,” kata Mahfud.
Meksi begitu, dia lagi-lagi menegaskan bahwa tidak ada unsur pidana dalam pengibaran bendera One Piece. “Oleh sebab itu, jalan keluarnya menurut saya, kita arif saja. Semuanya bersikap arif,” tutur Mahfud. Dia meminta publik untuk menghormati bendera negara. Pemerintah, ia melanjutkan, juga harus bersikap arif dengan memberikan pendidikan kepada mayarakat dan juga membuka ruang kritik supaya hal seperti ini tak lagi terjadi.
Adapun gerakan pengibaran bendera One Piece menjelang perayaan hari ulang tahun Indonesia dinilai sebagai bentuk ekspresi kekecewaan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah.
Bendera bergambar tengkorak dengan topi jerami itu merupakan simbol dari kelompok bajak laut Topi Jerami. Manga One Piece karya Eiichiro Oda memang dikenal sebagai cerita perlawanan terhadap ketidakadilan. Monkey D. Luffy, tokoh utama dalam komik Jepang itu, digambarkan kerap menentang otoritas korup dan militer yang menindas. Bagi para penggemarnya, pengibaran simbol bajak laut tersebut dianggap sebagai bentuk dukungan terhadap nilai-nilai keadilan, kebebasan, dan tekad untuk meraih impian dalam cerita.
Namun, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Budi Gunawan mengatakan pengibaran bendera One Piece ini mengandung konsekuensi pidana. Ia merujuk pada Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, yang melarang pengibaran bendera negara di bawah simbol atau lambang lain. Mantan Kepala Badan Intelijen Negara ini berpandangan pengibaran simbol pengganti bendera negara mencederai muruah perjuangan.
Budi meminta masyarakat menahan diri agar bentuk ekspresi tidak melampaui batas di tengah peringatan kemerdekaan RI. “Ini adalah upaya kami untuk melindungi martabat dan simbol negara,” kata Budi, Jumat, 1 Agustus 2025.