REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah tiga kantor asosiasi penyelenggaraan haji dan umrah serta sebuah rumah pihak agensi perjalanan haji pada Selasa (19/8/2025). Pemeriksaan itu berkaitan dengan pengusutan kasus dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama (Kemenag) RI periode 2023-2024.
"Keempat lokasi tersebut di Jakarta," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (20/8/2025).
Budi mengatakan, penyidik KPK dari penggeledahan itu menyita sejumlah dokumen. Pihaknya juga menahan barang-barang bukti elektronik dan catatan keuangan terkait jual beli kuota tambahan haji.
"Dari hasil penggeledahan-penggeledahan itu, KPK tentu nanti akan memanggil pihak-pihak terkait untuk dilakukan klarifikasi, permintaan keterangan, dan konfirmasi, terkait dengan dokumen atau pun barang bukti elektronik yang sudah diamankan tersebut. Kami akan buka isinya, informasi-informasinya seperti apa,” katanya memaparkan.
Sebelumnya, KPK pada 9 Agustus 2025 mengumumkan dimulainya penyidikan perkara dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kemenag tahun 2023-2024. Pengumuman tersebut dilakukan usai lembaga anti-korupsi ini meminta keterangan dari mantan menteri agama (menag) RI, Yaqut Cholil Qoumas, pada 7 Agustus 2025.
Pada saat itu, KPK juga menyampaikan sedang berkomunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI guna menghitung jumlah kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut. Hingga akhirnya, pihaknya mengumumkan, penghitungan awal kerugian negara dalam perkara ini mencapai lebih dari Rp1 triliun.
KPK juga mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri. Salah satunya adalah eks menag Yaqut Cholil Qoumas.
Selain ditangani KPK, Pansus Angket Haji DPR RI telah mengeklaim, menemukan sejumlah kejanggalan yang terjadi dalam penyelenggaraan ibadah haji pada tahun 2024. Titik poin utama yang disorot adalah perihal pembagian kuota 50 berbanding 50, yakni dari alokasi sebanyak 20 ribu kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.
Saat itu, Kemenag RI membagi kuota tambahan 10 ribu untuk haji reguler dan 10 ribu sisanya untuk haji khusus.
Hal tersebut dipandang tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Beleid ini mengatur kuota haji khusus sebesar 8 persen, sedangkan 92 persen untuk kuota haji reguler.
sumber : Antara