Pemerintah Kota Yogyakarta menyatakan kekurangan petugas penjaga sungai atau ulu-ulu untuk melakukan normalisasi sungai yang melintasi wilayah Kota Yogya seperti Sungai Code dan Winongo yang mulai dilaksanakan pada Agustus 2025 ini. Dari kebutuhan ideal 300 petugas, saat ini baru tersedia sekitar 40 orang.
“Ulu-ulu jumlahnya masih terbatas sekali. Jumlahnya baru 40, idealnya sampai 300 kalau di Yogyakarta ini. Sudah kita hitung,” kata Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, usai rapat koordinasi bersama Gubernur DIY, Kamis (7/8).
Penambahan jumlah ulu-ulu dianggap krusial, terutama untuk mendukung operasional alat penyaring sampah (trash barrier) yang akan dipasang di wilayah perbatasan Kota Yogyakarta dengan Kabupaten Sleman dan Bantul. Tanpa petugas di lapangan, penyaringan dan pengangkutan sampah tidak dapat berjalan optimal.
“Ketika kita pasang trash barrier kemudian tidak ada yang membantu untuk mengambil sampah dan mengeringkan, kan repot. Makanya kita tambah ulu-ulu,” ujar Hasto.
Tahap awal normalisasi sungai dilakukan melalui pengerahan alat berat dari Kementerian PUPR untuk mengeruk sedimen, sampah, dan tanaman liar di aliran sungai. Hasto menargetkan penentuan lokasi alat berat dan tempat pembuangan hasil pengerukan bisa dilakukan dalam dua minggu ke depan.
“Saya dua minggu ini menentukan di mana alat beratnya turun, di mana material-material sampah dan sedimen itu harus bisa kami jemput,” katanya.
Hasil pengerukan akan dibuang ke lahan milik kota yang tidak produktif. Hasto menegaskan bahwa sedimen tersebut bukan barang dagangan dan tidak boleh diperjualbelikan.
“Kami tidak akan memperjualbelikan. Ini bukan penambangan, ini betul-betul hanya menormalkan sungai. Tidak boleh ada orang berpikiran jual-beli hasil kerukan ini. Itu yang sering menggagalkan program,” tegasnya.